Rumah yang terbengkalai lebih rentan terhadap kerusakan, sehingga rentan terhadap serangan hama, keruntuhan, dan masalah lainnya.
Jumlahnya bertambah terutama di daerah pedesaan dengan populasi yang menyusut.
Wakayama dan Tokushima menduduki peringkat tertinggi dalam persentase rumah kosong di antara 47 prefektur di Jepang, yaitu sebesar 21,2%.
Penghitungan tersebut juga mencakup peningkatan jumlah unit apartemen dan kondominium.
Lebih dari 5,02 juta, atau 16,7%, unit-unit tersebut kosong pada bulan Oktober, menurut survei kementerian dalam negeri Jepang yang diungkapkan 30 April 2024.
Dari jumlah tersebut, 846.800 di antaranya ditinggalkan--meningkat 8,6% dari tahun 2018, atau sekitar 60% dari 20 tahun sebelumnya.
Unit-unit yang kosong dapat menimbulkan masalah bagi seluruh kompleks perumahan, seperti menghambat pengambilan keputusan mengenai perbaikan besar.
Pemiliknya seringkali juga tidak membayar biaya pemeliharaan dan lainnya, yang berarti lebih sedikit dana untuk pemeliharaan.
Sekitar 1,25 juta unit kondominium di seluruh Jepang dibangun lebih dari 40 tahun yang lalu.
Angka tersebut diperkirakan akan melonjak 3,5 kali lipat dalam 20 tahun mendatang, menjadikan renovasi dan perbaikan semakin menjadi perhatian mendesak.
Pemerintah daerah sedang menilai situasi. Kota Nagoya pada tahun 2022 mulai mewajibkan manajemen kondominium untuk memberikan informasi terbaru kepada pihak berwenang mengenai keadaan kompleks mereka.
Pada tahun 2018, Kota Yokohama mulai mengirimkan arsitek dan ahli lainnya ke bangunan kondominium yang kurang dikelola, untuk membantu mereka membentuk asosiasi manajemen dan memperbarui kontrak yang diperlukan.
Jepang memberlakukan undang-undang pada tahun 2015 yang mengizinkan pemerintah daerah mengeluarkan peringatan mengenai rumah kosong yang berisiko runtuh, dan menghancurkannya jika tidak dilakukan perbaikan.
Sekitar 40.000 rumah telah menjadi target kerangka sejauh ini, menurut Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang.