TRIBUNNEWS.COM - Iran menyerukan negara-negara Islam harus bersatu melawan musuh-musuh yang arogan di kawasan tersebut.
Komandan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), Mayor Jenderal Hossein Salami, menggambarkan perluasan medan perang sebagai strategi untuk menghancurkan musuh.
Jenderal Iran tersebut tidak menyebutkan siapa musuh yang dimaksud.
"Iran telah memblokir jalur musuh di bagian timur Laut Mediterania," kata Mayor Jenderal Hossein Salami dalam sebuah upacara di Teheran pada Selasa (7/5/2024).
Upacara itu diadakan untuk memperingati hari ke-40 setelah hilangnya sejumlah penasihat militer Iran yang dibunuh dalam serangan udara Israel di konsulat Iran di Damaskus, Suriah.
“Kami memperluas medan pertempuran sehingga musuh menjadi terpecah belah,” tambahnya.
Ia menegaskan, wilayah Islam harus bergandengan tangan melawan kekuatan arogan, karena umat Islam menghadapi musuh bersama, memiliki nasib yang sama, dan berbagi aspirasi.
"Negeri-negeri Islam tidak boleh dikelilingi oleh kekuatan-kekuatan arogan. Kita harus menjaga aset dan identitas kita," ujarnya.
Jenderal tersebut mencatat bahwa Pasukan Quds IRGC bertugas mencegah musuh membuat terobosan ke dunia Muslim.
“Dengan melakukan hal ini, kami melindungi keamanan nasional negara kami dan juga keamanan serta martabat umat Islam lainnya," katanya, dikutip dari Tehran Times.
Ia memperingatkan bahwa kehadiran negara-negara arogan, terutama Amerika Serikat (AS), di dunia Islam tidak akan menghasilkan apa-apa selain malapetaka, kemiskinan dan pembantaian.
Baca juga: Lawan 1 Divisi Iran, 240 Jet AS-NATO Lindungi Israel dari Serangan Balasan Bulan Lalu
Dalam sambutannya pada tahun 2018, Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Ali Khamenei menggambarkan kehadiran Iran di wilayah tersebut sebagai komponen kunci kekuatan dan keamanan Iran.
Sehingga, itulah sebabnya Iran mengatakan 'musuh' menentang kehadiran Iran.
"AS menentang kekuatan nuklir Iran, kemampuan pengayaan uranium, dan kehadiran Iran di wilayah tersebut," kata Ayatollah Ali Khamenei saat itu, menggambarkannya sebagai tanda permusuhan mendalam AS terhadap elemen-elemen kekuasaan Iran.
Sebelumnya, Israel meluncurkan serangan udara ke konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024.
Serangan Israel di Damaskus itu menewaskan tujuh anggota Garda Revolusi Iran (IRGC), termasuk Brigjen Mohammad Reza Zahedi, Komandan Pasukan Quds elit Iran.
Iran membalasnya dengan Operasi Janji Sejati, dengan meluncurkan 300 drone dan rudal ke situs militer Israel pada 13 April 2024.
Sebagian besar serangan balasan itu ditangkis oleh jet dan sistem pertahanan dari AS, Inggris, Prancis, dan Yordania.
Hubungan Israel dan Iran
Hubungan Israel dan Iran memburuk setelah revolusi Iran pada tahun 1979 yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khamenei.
Revolusi tersebut menumbangkan kekuasaan Syah (Raja) Iran, Mohammad Reza Shah Pahlavi, yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS), Inggris, dan mitra Israel.
Setelah revolusi Iran, Israel menuduh Iran yang menerapkan kebijakan anti-Israel, telah mendanai front perlawanan seperti Hamas, Jihad Islam Palestina (PIJ), Hizbullah, Houthi, kelompok perlawanan Irak, Lebanon, dan Suriah untuk melawan Israel, sebuah tuduhan yang dibantah Iran.
Ketegangan Iran dan Israel terjadi di tengah perang Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza setelah operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi 34.789 jiwa dan 78.204 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (8/5/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Xinhua News.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Iran VS Israel