Ahli Militer: Taktik Al Qassam Pintar Beradaptasi, Hizbullah Bunuh Israel Secara Perlahan
TRIBUNNEWS.COM - Pakar militer dan ahli strategis dari Yordania, Nidal Abu Zaid memberikan analisisnya terkait perkembangan situasi dan pertempuran di Gaza dan wilayah pendudukan utara Israel di perbatasan Lebanon.
Dilansir Khaberni, Abu Zaid menyebut, meski tentara Israel (IDF) memiliki keunggulan dalam hal intelijen teknis, teknologi, dan pengintaian tingkat lanjut, namun milisi Brigade Al Qassam, sayap perlawanan Hamas, mampu mengimbanginya dengan mengubah topografi operasi penyerangan dan penyergapan.
Baca juga: Skenario Gencatan Senjata Gaza Gagal, Hizbullah Punya 1 Juta Rudal, Israel Menyerang 1 September
Abu Zaid menjelaskan, IDF menerapkan konsep “pemadaman api,” yang digunakan secara luas oleh tentara Israel selama perang Gaza.
Artinya, IDF akan menerjunkan pasukan dan beroperasi di wilayah yang mereka curigai sebagai kantung-kantung milisi perlawanan atau di mana mereka mendapatkan info adanya sandera berada.
Setelah 'membongkar' wilayah itu dengan kekuatan besar, IDF lazimnya menarik pasukan untuk diterjunkan ke wilayah target lainnya di Gaza.
"Ini menunjukkan kalau pasukan pendudukan sedang mencoba menerapkan prinsip bahwa apa yang tidak dibasmi secara keras akan timbul dengan kekerasan yang lebih besar. Namun prinsip ini telah terbukti kegagalannya sejak awal operasi di Gaza," kata dia.
Satu di antara penyebab kegagalan konsep tempur IDF ini adalah adaptasi strategi milisi perlawanan yang disesuaikan dengan reaksi dan manuver pasukan pendudukan Israel.
Abu Zaid menganalisis, Al Qassam saat ini lebih secara pintar melakukan penyerangan tanpa harus boros dalam penggunaan amunisi dan senjata serta personel pasukan.
Baca juga: Al Qassam Hajar 2 Tank Merkava di Rafah, IDF Mandi Mortir di Zaytoun, Adu Kuat Strategi di Netzarim
Begitu juga dengan pengerahan pasukan, Qassam cenderung melakukan 'fregmentasi' pasukan, memecahnya ke dalam unit-unit kecil untuk melakukan penyergapan.
Selain dapat bisa secara cepat mundur kala eskalasi pertempuran membesar, strategi ini juga sangat efektif 'menghemat' personel karena kalau pun mereka terdesak, jumlah anggota yang gugur hanya terbatas pada unit kecil tersebut.
Strategi di lapangan ini kemudian dikoordinasikan dengan jalur diplomatik yang membuat Israel tidak hanya tertekan di medan pertempuran tapi juga di panggung komunitas internasional.
Faktor-faktor ini yang membuat Hamas tetap lestari meski Israel sudah mengerahkan kekuatan dahsyat dari sisi militer dan politik selama sembilan bulan terakhir.
"Perlawanan baru-baru ini mulai mengandalkan fragmentasi kekuatan dan tidak terlibat dalam bentrokan yang menentukan (besar-besaran), yang dengan jelas menunjukkan kalau milisi perlawanan telah memisahkan jalur militer dari jalur diplomatik dan merencanakan skenario terburuk yang mungkin terjadi di masa depan," kata-kata Abu Zaid.
Baca juga: 3 Hal di Balik Remuknya Israel di Jabalia: IDF Salahkan Politisi, Qassam Kini Kuasai Jurus Hizbullah