TRIBUNNEWS.COM - Armenia pada Jumat (21/6/2024) mengumumkan pengakuan resmi atas kemerdekaan Palestina.
Hal ini mengikuti jejak politik negara-negara lainnya yakni Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan lainnya yang mengakui Palestina setelah perang Gaza.
Tindakan tersebut membuat marah pemerintah Israel.
Pemerintah Israel kemudian memanggil duta besar Armenia, Arman Hakobyan.
Diberitakan Al-Monitor, Arman mendapat teguran keras, seperti yang diumumkan Kementerian Luar Negeri Israel.
Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situsnya, Kementerian Luar Negeri Armenia menyatakan keprihatinannya atas situasi kemanusiaan yang buruk di Gaza dan konflik militer yang sedang berlangsung.
Mereka juga menolak kekerasan terhadap warga sipil dan penyanderaan.
Berdasarkan hal tersebut, Armenia menegaskan kembali komitmen kami terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip kesetaraan, kedaulatan, dan hidup berdampingan secara damai, Republik Armenia mengakui Negara Palestina, kata pernyataan itu.
Kementerian Luar Negeri lebih lanjut menekankan posisi Armenia yang mendukung resolusi “damai dan komprehensif” terhadap masalah Palestina berdasarkan solusi dua negara.
Yakni berdasarkan perbatasan tahun 1967, yang merupakan satu-satunya cara untuk memastikan bahwa Palestina dan Israel dapat memenuhi kebutuhan mereka sebagai aspirasi mereka yang sah.
Adapun perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 37.000 warga Palestina, ketika Israel terus melancarkan serangannya untuk melenyapkan kelompok Hamas yang didukung Iran.
Baca juga: Analis Militer Israel: Kedodoran di Rafah, IDF Bakal Labrak Netanyahu Minta Ubah Strategi Perang
Militer Israel melancarkan kampanye udara dan darat di daerah kantong pantai tersebut sebagai respons terhadap serangan lintas batas Hamas, yang menewaskan hampir 1.200 orang dan menyandera lebih dari 240 orang lainnya.
Sementara itu, Kepresidenan Palestina memuji langkah Armenia yang mengakui Palestina sebagai “keputusan yang berani dan signifikan.”
“Pengakuan ini memberikan kontribusi positif dalam melestarikan solusi dua negara, yang menghadapi tantangan sistematis, dan mendorong keamanan, perdamaian, dan stabilitas bagi semua pihak yang terlibat,” katanya dalam sebuah pernyataan, dan mendesak negara-negara lain untuk mengikutinya.