TRIBUNNEWS.COM - Presiden Turki Recep, Tayyip Erdogan kembali mengeluarkan pernyataan keras kepada Israel pada hari Rabu (26/6/2024).
Dalam pernyataannya, Erdogan menyoroti langkah Israel yang kini membidik Lebanon untuk berperang.
Selain itu, Presiden Turki tersebut juga menyoroti langkah beberapa negara Barat yang seolah-olah mendukung rencana pemerintah Israel untuk memperluas perang dari Palestina hingga ke Lebanon.
"Israel, yang menghancurkan Gaza, seperti yang kita lihat kini membidik Lebanon" ungkap Erdogan dalam pidato di hadapan anggota partainya di Parlemen Turki.
"Kita melihat bahwa meskipun kekuatan Barat berbicara berbeda di depan kamera, di belakang layar mereka memuji Israel dan bahkan mendukungnya." lanjut Erdogan.
"Ide untuk menyebarkan perang ke wilayah ini akan mengarah pada bencana besar,"
Dalam pidatonya di hadapan parlemen Turki tersebut, Erdogan mengulangi pesannya dalam panggilan telepon dengan Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati.
"Upaya Israel untuk menyebarkan konflik sangat berbahaya, dan Turki berdiri di samping Lebanon melawan kebijakan agresif Israel," katanya kepada perdana menteri Lebanon.
Ketakutan akan konflik lebih luas di wilayah tersebut telah meningkat sejak pekan lalu setelah militer Israel mengatakan dalam pernyataan tanggal 18 Juni bahwa rencana operasional untuk melakukan serangan di Lebanon telah disetujui.
Dalam pesan serupa pada hari Minggu (23/6/2024), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana untuk memindahkan beberapa pasukan Israel ke bagian utara negara itu yang berbatasan dengan Lebanon
Adapun bentrokan antara negara Yahudi dan Hizbullah Lebanon beberapa waktu terakhir menjadi pemicu meningkatnya skala ketegangan di antara kedua negara.
Erdogan juga mengkritik semua pihak yang membantu Netanyahu memerluas ketegangan perang yang diciptakannya.
Baca juga: Komentari Rencana Israel Serang Lebanon, Erdogan: Kami Lihat Kekuatan Barat di Belakang Layar
Bahkan, Erdogan juga sempat meledek sosok Benjamin Netanyahu dan menyebutnya mengalami penyakit mental.
"Sangat tragis bahwa negara-negara yang bangga dengan kebebasan, hak asasi manusia, dan keadilan telah menjadi budak bagi orang yang menderita gangguan mental seperti Netanyahu," katanya.