Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tsuguhiko Kadokawa (80), mantan bos penerbitan Jepang KADOKAWA mengajukan gugatan ganti rugi sebesar 200 juta yen di Pengadilan Distrik Tokyo, Kamis (27/6/2024).
Tsuguhiko Kadokawa mengajukan gugatan karena sempat ditahan selema 226 hari oleh pihak kejaksaan lantaran dituduh menyuap mantan direktur panitia penyelenggara Olimpiade 2020 dalam kasus korupsi Olimpiade Tokyo.
Baca juga: Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara dan Bayar Rp1,4 T di Kasus Korupsi Pesawat Garuda Indonesia
Saat menjalani masa penahanan, Tsuguhiko Kadokawa mengklaim dirinya menderita sakit fisik dan mental.
"Latar belakang tuntutan penyuapan yang diajukan kejaksaan kepada saya akan saya ungkap pada jumpa pers nanti khusus mengenai itu setelah ada keputusan pengadilan. Tapi saat ini kasus lain saya diperlakukan tidak adil, telah disiksa bahkan hampir mati akibat penangkapan tersebut," papar Kadokawa kepada Tribunnews.com, Kamis (27/6/2024).
Kadokawa mengenang masa penahanannya selama 226 hari di Pusat Penahanan Tokyo.
"Saya tidak ingin menggunakan kata penyiksaan, tetapi saya merasa bahwa saya telah disiksa," ujarnya.
Saat itu tahun 2020, Kadokawa berusia 79 tahun dan menderita penyakit kronis seperti aritmia.
Dokternya menyatakan bahwa Kanogawa bisa kehilangan nyawa jika terus-terusan berada di tempat penahanan.
Kepala Tim Pembela Kadokawa, Hiroaki Murayama mengungkapkan bahwa Kadokawa telah kehilangan kesadaran dua kali selama penahanannya.
Baca juga: Bakteri Pemakan Daging Infeksi Ribuan Orang di Jepang, Kemenkes Bicara Potensi Muncul di Indonesia
"Meski ditahan begitu, ia tidak diberi perawatan yang memuaskan dan akhirnya dibebaskan dengan jaminan di kursi roda," ujarnya.
Murayama yang juga mantan hakim Jepang merasa aneh bahwa upaya memberikan jaminan agar dikeluarkan dari tahanan juga sempat ditolak hakim pengadilan.
"Saya mengalami secara langsung bahwa ada dunia terpisah yang disebut pusat penahanan di kota metropolitan Tokyo," kata Kadokawa.
Dia mengatakan pertama kali mengajukan gugatan terhadap keadilan sandera di Jepang.