TRIBUNNEWS.com - Komentar pemilik restoran di Vietnam terhadap pelanggan Israel, viral di aplikasi media sosial X (dulu Twitter).
Pada Senin (8/7/2024), akun X @CensoredMen mengunggah tangkapan layar yang memperlihatkan Google Review kafe di Hanoi, yaitu Railway Tuan Cafe.
Review yang ditulis oleh pelanggan Israel itu menyebut pemilik restoran langsung mengusirnya setelah menunjukkan stiker Free Palestine yang menempel di kafe.
"Kami duduk dan dia (pemilik restoran) langsung menunjukkan stiker Palestina yang ditempelnya di seluruh kursi kafe dan mengusir kami," tulis pelanggan tersebut.
Saat membalas review tersebut, pemilik restoran menegaskan kafenya menyambut siapa saja yang hendak berkunjung, kecuali pelanggan Israel.
Bahkan, ia meminta si pelanggan untuk tak bepergian ke mana-mana, termasuk Vietnam, jika tidak bisa menghargai sudut pandang dan politik sebuah negara.
"Kami menyambut semua orang, tetapi Anda berasal dari tempat yang berbeda. Lebih baik kamu tetap duduk di kafe yang lain."
"Ngomong-ngomong, kamu berada di kafeku, negaraku. Jika kamu tidak sependapat dengan sudut pandang dan politik negaraku, lebih baik tetap tinggal di negaramu," balas pemilik restoran.
"Vietnam tidak pernah menerima orang yang tidak sependapat dengan pandangan politik kami," imbuhnya.
Lebih lanjut, pemilik restoran menyebut orang-orang Israel sebagai pembunuh anak.
Ia pun menegaskan kafenya hanya menerima manusia, anjing, atau kucing.
Baca juga: Pemilik Restoran di Vietnam Usir Keluarga Israel: Kami Hanya Menerima Manusia, Anjing, dan Kucing
Di akhir balasannya, si pemilik restoran menuliskan, "Bebaskan Palestine."
"Kami hanya menerima manusia dan hewan, anjing atau kucing. Tetapi, tidak menerima gelandangan, pencuri, dan pembunuh anak. BEBASKAN PALESTINA," tutupnya.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, review itu ternyata ditulis menggunakan bahasa Ibrani pada 4 minggu lalu.
Sementara, pemilik restoran membalas satu minggu setelahnya, juga menggunakan bahasa Ibrani.
Belakangan diketahui, pemilik restoran yang membalas review itu adalah sosok yang sama dengan pemilik restoran yang mengusir keluarga dari Israel. Ia adalah Tuan.
Pada pertengahan Juni 2024, video Tuan mengusir satu keluarga Israel dari kafenya, viral di media sosial.
Video itu diunggah langsung oleh keluarga Israel tersebut, yaitu Daniel dan Raizel Namdar, di akun Instagram mereka, @thatjewishfamily.
Seperti yang ia tuliskan di Google Review, Tuan juga mengatakan kafenya hanya menerima manusia, kucing, dan anjing.
"Restoranku tidak menerima orang-orang dari negaramu," kata Tuan, dikutip Tribunnews.com.
Baca juga: Drone Hizbullah Hantam Pangkalan Mata-mata Israel di Gunung Hermon, Ancaman Gallant Dianggap Remeh
"Karena kami Yahudi?" tanya Raizel.
"Tidak, tidak, tidak. Aku (hanya) tidak menerima (pengunjung dari Israel)," jawab tuan.
"Restoran kami hanya menerima manusia, anjing, dan kucing saja," imbuhnya.
Aksi Tuan itu lantas menuai pujian dari warganet.
Tak sedikit yang menilai keluarga Namdar justru memprovokasi Tuan dengan terus merekamnya.
"Kalian pantas menerimanya (diusir). Pemilik restoran adalah bos dirinya sendiri," kata @mahnoortarique.
"Aku tidak tahu kenapa kamu terus memprovokasi pemilik restoran itu. Seluruh dunia tahu apa yang dilakukan Israel kepada perempuan dan anak-anak tak berdosa di Gaza," timpal @irene.d.jankowski.
"Berhentilah mencari perhatian! Kamu bukan Palestina, kamu adalah Zionis. Dia (pemilik restoran) berdiri untuk keadilan dan kemanusiaan. Kamu hanya memprovokasinya," komentar @zena_r95.
"Ini terjadi bukan karena kamu Yahudi, tapi karena kamu pro-Zionis. Jika kamu bukan pro-Zionis, kamu tidak akan memberi judul video ini 'Pemilik Restoran yang Pro-Palestina'," ujar @mohamad_doody.
"Memang sudah seharusnya. Bebaskan Palestina!" komentar @srihattasarhang.
Saat ini, setidaknya lebih dari 38.000 warga sipil Palestina tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023.
Mayoritas korban tewas di Palestina adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, Israel tengah menghadapi gugatan genosida terhadap warga Palestina di Gazam di Mahkamah Internasional yang diajukan Afrika Selatan.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)