Benarkah Yordania Lindungi Israel? Dilema Kerajaan Hashemite, Nikmati Bantuan AS, Jadi Sasaran Empuk Iran
TRIBUNNEWS.COM - Perang Gaza membuat Yordania dalam posisi dilema dalam konteks geopolitik di kawasan TImur Tengah.
Ulasan jurnalis The Guardian, Jason Burke yang menulis dari ibu kota negara itu, Amman menyebut kalau Yordania kini harus hati-hati melakukan "aksi penyeimbangan yang rumit".
Baca juga: Israel Mau Gempur Lebanon, Koalisi Milisi Irak Ancam Kepentingan AS, Incar Pipa Minyak ke Yordania
"Ketika demonstrasi besar berkecamuk dan pariwisata menyusut, kerajaan tersebut harus menyeimbangkan hubungan dekatnya dengan Amerika Serikat (AS) dengan tuntutan diakhirinya konflik," tulis Jason dalam pengantarnya.
Dalam naskah berjudul "The ‘tricky balancing act’: Jordan’s dilemma on Israel and Gaza", ulasan pewarta ini mencoba menganalisis posisi dilema Yordania, benarkah Amman melindungi Israel dalam perangnya melawan milisi pembebasan Palestina di Gaza?
Baca juga: Pertempuran Senyap Yordania-Israel, Tentara Arab Tuntaskan Airdrop ke-100 di Gaza
Berikut ulasannya tersebut:
PADA suatu Jumat sore, di bawah terik matahari musim panas, kerumunan orang berbaris melalui pusat kota Amman sambil mengibarkan plakat dan bendera.
Diawasi dengan cermat oleh dua baris petugas polisi, beberapa ratus pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan dan mengulangi kata-kata tersebut melalui mikrofon yang dipasang di truk yang memimpin prosesi demonstrasi.
“Kami akan membakar Israel! Kami menginginkan pemimpin Netanyahu! Milisi Perlawanan mempermalukan tentara yang dianggap terkuat di dunia! Allahu Akbar!”
Kemudian, setelah satu jam, demonstrasi tersebut bubar dengan tenang.
Tak jauh dari situ, matahari yang sama menyinari trotoar Rainbow Street, yang dulunya merupakan pusat wisata ramai di ibu kota Kerajaan Hashemite Yordania.
Sembilan bulan setelah perang di Gaza, dan konflik belum terlihat berakhir, tidak ada wisatawan dan pengunjung yang terlihat.
“Ini adalah kejadian terburuk yang pernah saya alami… Tidak akan ada perbaikan sampai perang berhenti di Gaza,” kata Usra Qadr, seorang pedagang berusia 38 tahun.
Sentimen seperti ini tersebar luas di seluruh Yordania: di kompleks Istana Kerajaan yang teduh, di hotel-hotel bintang lima tempat para elite minum dan menari, di kawasan padat penduduk miskin di ibu kota dan di kota-kota provinsi yang berdebu.