News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pertaruhan Masyarakat Adat Papua, Takut Hutan Digusur Hanya untuk Sawit

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertaruhan Masyarakat Adat Papua, Takut Hutan Digusur Hanya untuk Sawit

Dengan begitu, wilayah perkebunan ketiga perusahaan tersebut berubah kembali statusnya menjadi hutan negara. KLHK mengaku sedang memproses pemberian status hutan adat untuk wilayah yang diduduki oleh Suku Moi. Sedangkan untuk wilayah yang dihuni oleh Suku Awyu, Said mengatakan KLHK sedang menunggu kelengkapan informasi, seperti peta wilayah, untuk kemudian diproses sebagai hutan adat.

“Apa implikasinya setelah wilayah tersebut berubah menjadi hutan adat? Menjadi lebih kuat (posisinya). Tidak mungkin lagi perusahaan yang menggugat mau mengajukan lagi, tidak akan bisa masuk tanpa ada persetujuan dari masyarakat adat yang bersangkutan," jelas Said.

“Kalau memang perusahaan yang sudah ada di sana dan kemudian wilayahnya menjadi bagian dari hutan adat yang akan ditetapkan oleh Menteri LHK, maka suka atau tidak suka, mau tidak mau, harus menyesuaikan aktivitasnya dengan tatanan adat yang ada di wilayah konsesinya," tambah Said.

Masyarakat adat setempat otomatis berhak mengelola sebuah wilayah yang diberikan status sebagai hutan adat.

Meski begitu, Tigor Hutapea selaku anggota tim kuasa hukum Suku Awyu dan Suku Moi berpendapat bahwa KLHK seharusnya lebih dahulu melakukan pendataan dan verifikasi terhadap status tanah dan hutan adat yang ada di Papua. Sebab, selama belum ada pengakuan resmi atas hutan adat tersebut, maka KLHK bisa terus melepaskan kawasan hutan kepada perusahaan.

"Jadi seharusnya sebelum KLHK atau pemerintah memberikan izin-izin di wilayah yang ada sekarang, mereka harus melakukan verifikasi (terlebih dahulu) apakah wilayah itu dimiliki oleh masyarakat adat. Ini yang tidak terjadi, sehingga menjadi konflik," kata Tigor kepada DW Indonesia.

12,9 juta hektare hutan di Papua terancam terdeforestasi

Greenpeace Indonesia mengungkap bahwa total tutupan hutan di kawasan hutan produksi Papua secara keseluruhan mencapai 12,991 juta hektare. Terdiri dari 6,78 juta hektare berada di dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), 4,05 juta hektare di dalam Kawasan Hutan Produksi (HP), dan seluas 2,15 juta hektare di dalam Kawasan Hutan Produksi untuk Konversi (HPK). Wilayah itu merupakan tutupan hutan yang sangat terancam terdeforestasi.

"Data saat ini, deforestasi terencana yang sebenarnya ini adalah deforestasi yang legal, ya, tapi direncanakan akan dilakukan di seluruh tanah Papua, yang sekarang tersebar di 6 provinsi, ada sekitar 12,9 juta hektare hutan yang akan dikonversi menjadi beragam kebutuhan salah satunya tentu saja sawit," jelas Sekar Banjaran Aji, Forest Campaigner Greenpeace Indonesia.

Lebih dari 250 kelompok etnis hidup di Papua. Hutan Papua diyakini sebagai benteng terakhir, bukan hanya bagi warga Papua, tapi juga masyarakat Indonesia untuk menghadapi krisis iklim.

"Kita tidak punya waktu banyak untuk menyelamatkan diri dari kepunahan yang diakibatkan oleh iklim yang memanas. Posisi hutan Papua hari ini memang menjadi benteng terakhir kita untuk menghadapi krisis iklim. Jadi kalau bisa dilihat dari rentang waktu, kita tidak bisa menyamakan apa yang terjadi di Papua hari ini sama dengan apa yang terjadi di Kalimantan atau Sumatera dulu. Waktu itu kita tidak mengalami iklim seperti sekarang," tambah Sekar.

Ketika banyak hutan yang dibuka untuk lahan industri, jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan akan sangat besar. Sederhananya, ketika hutan hilang, akan lebih banyak karbon yang dilepaskan ke luar angkasa di mana prosesnya akan membuat bumi ini semakin panas.

"Sebenarnya kita tidak perlu punya keraguan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk mengelola hutannya dan hari ini kami berharap bahwa keadilan masih bisa kita dapatkan untuk masyarakat adat Papua. Keadilan itu juga yang kami harapkan bisa menjaga hutan Papua lebih hijau dan membentengi kita dari krisis iklim," tutup Sekar.

(mel/ae)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini