TRIBUNNEWS.COM - China menyatakan keinginannya untuk memfasilitasi rekonsiliasi antara faksi-faksi Palestina, yakni Hamas dan Fatah, AFP News melaporkan.
Wakil Sekretaris Jenderal Komite Sentral Fatah, Sabri Saidam mengatakan pada hari Senin (15/7/2024), bahwa faksi-faksi tersebut akan bertemu dengan para pejabat China di Beijing pada 20-21 Juli 2024 mendatang.
Delegasi Hamas akan dipimpin oleh ketua politik Hamas yang berbasis di Qatar, Ismail Haniyeh.
Sedangkan perwakilan Fatah akan dipimpin oleh wakil ketua Hamas Mahmud Aloul, kata sumber Fatah.
Ketika ditanya mengenai rencana pertemuan tersebut, Beijing mengatakan akan memublikasikan informasi pada waktu yang tepat.
"China selalu mendukung semua pihak di Palestina untuk mencapai rekonsiliasi dan persatuan melalui dialog dan negosiasi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian, Selasa (16/7/2024).
"Beijing berkeinginan untuk mengembangkan dialog dan rekonsiliasi, menyediakan platform dan menciptakan peluang bagi semua pihak dalam masalah Palestina.”
"Kami bersedia memperkuat komunikasi dengan semua pihak dan bekerja keras untuk mewujudkan tujuan rekonsiliasi dalam negeri Palestina,” tambahnya.
Kedua kelompok ini telah menjadi rival sengit sejak pejuang Hamas mengusir Fatah dari Jalur Gaza setelah bentrokan mematikan menyusul kemenangan Hamas dalam pemilu tahun 2006.
Setelah menguasai Gaza pada tahun 2007, Hamas menguasai wilayah tersebut sejak saat itu.
Sementara gerakan sekuler Fatah mengendalikan Otoritas Palestina (PA).
Baca juga: Tiongkok akan Menjadi Tuan Rumah bagi Babak Baru Perundingan Rekonsiliasi Hamas-Fatah
PA memiliki sebagian kendali administratif di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Beberapa upaya rekonsiliasi sebelumnya telah gagal.
Namun, seruan meningkat sejak perang Israel-Hamas meletus pada 7 Oktober 2023.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat tempat Fatah bermarkas.
China memposisikan dirinya sebagai pihak yang lebih netral dalam konflik Israel-Palestina dibandingkan saingannya Amerika Serikat.
China menganjurkan solusi dua negara sambil juga menjaga hubungan baik dengan Israel.
Perbedaan Fatah dan Hamas
Mengutip Indian Express, berikut penjelasan mengenai Fatah dan Hamas dan hal-hal yang membedakan mereka.
Fatah
Fatah – yang artinya menaklukkan – dibentuk di Kuwait pada akhir tahun 1950an setelah lebih dari 70.000 warga Arab Palestina mengungsi selama Perang Israel-Arab tahun 1948.
Organisasi nasionalis sekuler ini didirikan oleh banyak orang, namun pendiri utamanya adalah Yasser Arafat, yang kemudian menjadi presiden Otoritas Palestina (PA).
Rekan aktivisnya di antaranya adalah Mahmoud Abbas, yang menjadi presiden PA saat ini.
Tujuan awal Fatah cukup jelas, yakni perjuangan bersenjata melawan Israel untuk membebaskan Palestina.
Operasi militernya dimulai pada tahun 1965 dan sebagian besar dilakukan dari Yordania dan Lebanon.
Tiga tahun kemudian, Fatah menjadi bagian dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebuah organisasi politik payung dari berbagai kelompok Arab yang bertujuan membantu Palestina mencapai status negara melalui perlawanan bersenjata.
Baca juga: Yordania Diduga Bantu Israel: Mau Sabotase Rujuk Hamas-Fatah di China, Kirim Tentara ke Tepi Barat
Perjuangan bersenjata Fatah berakhir setelah Yordania dan Lebanon mengusir sayap militer Fatah dari wilayah mereka pada tahun 1970-an.
Pada tahun 1990-an, PLO yang dipimpin Fatah secara resmi mengumumkan bahwa mereka akan meninggalkan perlawanan bersenjata.
PLO kemudian menandatangani Perjanjian Oslo yang membentuk Otoritas Palestina (PA), sebuah badan pemerintahan mandiri sementara yang dimaksudkan untuk mengarah pada Negara Palestina merdeka.
Saat ini, Fatah memimpin PA, yang menguasai sekitar 40 persen wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Pada tahun 2006, Fatah kehilangan kendali atas Jalur Gaza setelah kalah dari sayap politik kelompok militan Palestina Hamas dalam pemilihan demokratis Dewan Legislatif Palestina (PLC).
Hamas
Hamas adalah partai politik besar lainnya di Palestina, tetapi Hamas lebih terkenal karena perjuangan bersenjatanya melawan Israel.
Kelompok ini didirikan pada akhir tahun 1980-an, setelah dimulainya intifada (pemberontakan) Palestina pertama melawan pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Israel merebut kedua wilayah Palestina tersebut setelah memenangkan Perang Israel-Arab pada tahun 1967.
Seperti Fatah, Hamas juga bertujuan untuk mendirikan negara Palestina.
Namun, berbeda dengan Fatah, Hamas tidak mengakui kenegaraan Israel.
Seperti disebutkan sebelumnya, organisasi militan ini telah menguasai Jalur Gaza, yang berpenduduk lebih dari dua juta orang, sejak tahun 2006.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)