Lavrov menyebut Rusia juga sadar akan "kontak di balik layar" yang bertujuan untuk menentukan masa depan Gaza dan negara Palestina tanpa partisipasi rakyat dan pihak berwenang di Palestina.
"Kawasan Timur Tengah kini menghadapi risiko keamanan dan kesejahteraan rakyatnya, yang belum pernah terjadi sebelumnya karena konflik di Gaza," kata Lavrov.
Menurut Lavrov, konflik itu berisiko menyebar ke luar Israel dan Palestina.
Rusia mengkritik DK PBB
Dalam kesempatan yang sama Lavrov turut mengkritik DK PBB. Dia menyebut resolusi DK PBB gagal menghentikan banjir darah di Gaza.
"Empat resolusi telah disahkan. Namun, banjir darah yang masih terjadi di wilayah Palestina yang diduduki itu hanya menegaskan bahwa semua keputusan ini hanyalah hitam di atas putih," ujar Lavrov.
Dia mengatakan pembicaraan yang "tegas dan jujur" diperlukan guna menghentikan banjir darah dan penderitaan warga sipil.
"Operasi militer berskala besar yang dilakukan Israel bersama dengan sekutunya, Amerika, memunculkan statistik mengerikan dalam hal jumlah korban jiwa dan penghancuran selama 300 hari dalam 10 bulan," katanya dikutip dari Anadolu Agency.
Lavrov mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada tahun 2009 ketika dia masih menjadi Komisioner Tinggi untuk Urusan Pengungsi.
Saat itu Guterres mengatakan konflik Gaza menjadi "satu-satunya konflik di dunia yang orang-orang bahkan tidak diizinkan untuk pergi menyelamatkan diri".
"Tidak ada yang berubah sejak saat itu, situasi hanya memburuk."
Baca juga: Ledakan Terdengar di Irbid dekat Perbatasan dengan Israel, Tentara Arab Yordania Nyatakan Hal Ini
Adapun saat ini menurut Kementerian Kesehatan Gaza sudah ada hampir 38.000 warga yang tewas. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak.
(Tribunnews/Febri)