TRIBUNNEWS.COM – Kandidat oposisi dalam pemilihan presiden Venezuela, Edmundo González, mengumumkan memiliki bukti kemenangannya atas Nicolás Maduro, Senin (29/7/2024).
González dan pemimpin oposisi Maria Corina Machado mengatakan, mereka telah memperoleh lebih dari 70 persen suara dari pemilihan pada Minggu (28/7/2024).
Dilansir CNN Internasional, pihak oposisi klaim sudah mengumpulkan 73 persen lembar penghitungan suara.
Penghitungan tersebut menunjukkan lebih dari 6 juta suara untuk Gonzalez dan hanya 2,7 juta untuk Maduro.
Machado mengatakan, semua penghitungan telah diverifikasi, ditotal, dipindai, dan digitalisasi untuk diunggah ke situs mereka.
“Semua penghitungan diverifikasi, ditotal, dipindai, didigitalisasi, dan kemudian diunggah ke portal situs yang kuat,” ujarnya.
Dia menambahkan, situs tersebut sedang diperiksa oleh beberapa pemimpin dari negara lain.
“Beberapa pemimpin global (negara lain) sedang memeriksa portal tersebut,” tuturnya.
Dikutip dari AP News, Gonzalez meminta pendukung mereka yang melakukan protes untuk tetap tenang.
“Sahabat-sahabat terkasih, saya memahami kemarahan Anda, tetapi tanggapan kami dari sektor demokrasi adalah ketenangan dan ketegasan,” ujar Gonzalez.
Dia juga mengundang mereka untuk berkumpul merayakan hasil pemilu, pada Selasa (30/7/2024) pukul 11 pagi waktu setempat.
Baca juga: Venezuela Rusuh, Pendemo Tolak Presiden Maduro Menang Pilpres setelah Berkuasa sejak 2013
Dugaan Keberpihakan Lembaga Penyelenggara Pilpres
Sebelumnya, protes banyak digaungkan oleh masyarakat pada beberapa kota di Venezuela terhadap kemenangan Maduro.
Maduro secara resmi dinyatakan sebagai pemenang dalam Pilpres Venezuela oleh National Electoral Council (CNE).
Namun, pemungutan suara itu dipenuhi dengan klaim adanya kecurangan.
Utamanya dalam dugaan keberpihakan CNE sebagai lembaga penyelenggara pilpres.
Pihak oposisi mengatakan para saksi mereka ditolak aksesnya ke kantor pusat CNE saat suara sedang dihitung.
Mereka menuduh, otoritas pemilu telah menghapus beberapa suara dalam penghitungan mereka.
Sementara itu, pemerintah Maduro mengendalikan hampir semua lembaga negara, termasuk CNE.
Pada 2017 lalu, lembaga tersebut juga dituduh memanipulasi angka partisipasi pemilih oleh perusahaan perangkat lunak yang menyediakan teknologi pemungutan suara.
Walau begitu, CNE sebelumnya telah membantah tuduhan tersebut.
Diketahui, warga Venezuela memberikan suara menggunakan mesin elektronik, yang mencatat suara dan memberi tanda terima kertas berisi kandidat pilihan mereka.
Selanjutnya, para pemilih meletakkan tanda terima tersebut di kotak suara sebelum meninggalkan tempat pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara ditutup, setiap mesin mencetak lembar penghitungan yang menunjukkan nama kandidat dan suara yang mereka terima.
Namun, diduga partai yang berkuasa memegang kendali ketat atas sistem pemungutan suara tersebut.
Otoritas pemilu belum merilis lembar penghitungan suara dari 30.000 mesin pemungutan suara hingga Senin malam.
Baca juga: Tolak Kemenangan Maduro, Peru Usir Diplomat Venezuela, Hanya Diberi Waktu 3 Hari untuk Angkat Kaki
Situs badan pemilu juga itu tidak dapat diakses, dan masih belum jelas kapan penghitungan suara akan tersedia.
Kurangnya penghitungan suara mendorong sekelompok pemantau pemilu independen dan Uni Eropa untuk secara terbuka mendesak badan tersebut segera merilisnya.
Bahkan, beberapa negara lain, termasuk AS dan Uni Eropa, menunda pengakuan hasil pemilu tersebut.
(mg/mardliyyah)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)