TRIBUNNEWS.COM - Menteri Intelijen Iran, Ismail Khatib, menganggap Israel bertanggung jawab atas pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di tempat peristirahatannya di Teheran, Iran, Rabu (31/7/2024) sekitar pukul 2.00 waktu setempat.
Ismail Khatib mengatakan operasi tersebut dilakukan setelah mendapat lampu hijau dari sekutu Israel, Amerika Serikat (AS).
Menteri Intelijen Iran itu juga mengirimkan pesan belasungkawa kepada keluarga Ismail Haniyeh, gerakan Hamas, dan rakyat Palestina.
"Pembunuhan syahid Ismail Haniyeh, yang dilakukan oleh Zionis yang merebut kekuasaan dengan lampu hijau dari Amerika Serikat, membawa kebrutalan entitas Zionis kembali ke permukaan," katanya dalam sebuah pesan yang diterbitkan oleh IRNA, Jumat (2/8/2024).
"Meskipun jihad dan syahid di jalan Allah dianggap sebagai kehormatan abadi bagi syahid Ismail Haniyeh, yang beberapa waktu lalu memberikan sejumlah anggota keluarganya ke jalan kesejahteraan. Kepergiannya meninggalkan poros perlawanan Islam dalam kekuatan yang lebih besar," lanjutnya.
Ia menambahkan, kematian Ismail Haniyeh adalah saksi kemenangan (operasi Hamas) Banjir Al-Aqsa yang semakin dekat dan kehancuran entitas palsu Israel.
Sementara itu, Dr. Radwan Qassem pendiri Pusat Studi Strategis Brugen, juga berpendapat Israel telah mendapat lampu hijau dari AS.
"Pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran adalah pesan yang jelas dari Israel atau khususnya dari AS. Kami melihat kembalinya (Perdana Menteri Israel) Netanyahu dari AS dan pidatonya di Kongres AS yang bernada tinggi dan ada ancaman darinya," katanya kepada media Mesir, Tahya Masr, pada Jumat.
Ia juga menyoroti pertemuan Netanyahu dengan kandidat capres AS, Kamala Harris dan lawannya Donald Trump, untuk memastikan dukungan AS untuk Israel.
"Israel tidak dapat memulai perang di wilayah itu tanpa lampu hijau dari AS," tambahnya.
Pakar tersebut juga meragukan alasan serangan Israel di Beirut yang menewaskan Komandan Hizbullah, Fuad Shukr, pada Selasa (30/7/2024), sebagai balasan jatuhnya rudal di Majdal Shams, Golan (Suriah) yang diduduki Israel.
Baca juga: Mossad Sewa Agen Keamanan Iran Tanam Bom di Tempat Ismail Haniyeh Menginap, Diduga Ada Pengkhianat
Diketahui, serangan di Majdal Shams pada Sabtu (27/7/2024), menewaskan 12 orang sekte Druze Suriah, di mana Israel menuduh Hizbullah yang menembakkan rudal itu.
"Penerima manfaat terbesar dari operasi ini adalah Netanyahu untuk memperluas perang di kawasan tersebut. Netanyahu tidak dapat melancarkan perang sendirian kecuali mendapat lampu hijau dan janji dari AS untuk berpartisipasi," tambahnya.
Simpang Siur soal Penyebab Ledakan di Kamar Ismail Haniyeh
Pejabat dan pihak berwenang Iran mengonfirmasi mereka masih melakukan penyelidikan tentang penyebab ledakan di kamar Ismail Haniyeh.
Namun, selama penyelidikan berlangsung, berbagai media mulai membicarakan penyebab ledakan tersebut.
"Laporan yang membicarakan rincian pembunuhan Ismail Haniyeh adalah spekulasi yang tidak akurat dan tidak resmi, selama 24 jam terakhir, banyak laporan dipublikasikan di media Iran dan internasional mengenai rincian pembunuhan Haniyeh, sementara pejabat dan pihak berwenang Iran yang bersangkutan tidak mengeluarkan informasi atau rincian apa pun mengenai insiden tersebut," kata Televisi Iran mengutip sumber pejabat dan pihak berwenang Iran, Jumat.
Sumber yang sama menegaskan laporan terpercaya mengenai hal ini hanya dipublikasikan oleh lembaga dan badan resmi Iran.
Sebelumnya, Kantor Berita Iran, Fars, mengatakan Ismail Haniyeh dibunuh oleh sebuah rudal yang menghantam kediamannya, menghancurkan sebagian atap dan jendelanya.
Media itu menambahkan, penyelidikan mengonfirmasi Israel merencanakan dan melakukan pembunuhan tersebut.
Surat kabar AS, New York Times dan Axios, merilis cerita lain yang membenarkan Israel adalah dalang pembunuhannya, namun mengklaim hal itu dilakukan dengan meledakkan bom yang ditanam di kamar Ismail Haniyeh beberapa minggu sebelumnya oleh agen Intelijen Israel (Mossad), yang diledakkan dari jarak jauh.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 39.480 jiwa dan 90.996 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Jumat (2/8/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel memperkirakan kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel