TRIBUNNEWS.COM - Sebuah truk yang dipasangi bom meledak di pos pemeriksaan Shatt di kota Azaz di Suriah utara yang dikuasai Turki mengakibatkan 10 orang tewas pada Rabu (7/8/2024), dilansir Middle East Monitor.
Sumber medis di rumah sakit Azaz mengatakan kepada AFP, sepuluh orang tewas, termasuk empat pejuang, serta melaporkan sekitar 20 orang terluka.
"Sepuluh orang termasuk sedikitnya empat pejuang tewas pada hari Rabu, ketika sebuah truk bermuatan bom meledak di sebuah pos pemeriksaan di kota Azaz di utara Suriah yang dikuasai Turki," kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
Tidak jelas siapa yang berada di balik serangan itu, The Defense Post melaporkan.
Seorang koresponden AFP di daerah tersebut juga melaporkan hal serupa.
Pasukan pro-Ankara di Suriah menguasai dua wilayah luas di sepanjang perbatasan dengan Turki.
Sejak 2016, Turki telah melaksanakan operasi darat secara rutin untuk mengusir pasukan Kurdi dari daerah perbatasan Suriah utara.
Pada bulan Juli, wilayah utara dan barat laut Suriah menyaksikan protes anti-Turki yang mematikan, menyusul kerusuhan terhadap bisnis dan properti Suriah di Turki tengah, tempat seorang pria Suriah dituduh melecehkan seorang anak.
Ratusan orang kemudian berdemonstrasi di seluruh wilayah yang dikuasai Ankara.
Beberapa pengunjuk rasa bersenjata menyerang truk dan pos militer Turki serta menurunkan bendera Turki.
Beberapa bahkan berupaya menyerbu titik penyeberangan dan bentrok dengan penjaga perbatasan Turki.
Baca juga: Serangan Rudal Garda Revolusi Iran Tewaskan Pengusaha Terkenal Kurdi yang Dekat dengan Israel
Protes tersebut juga terjadi ketika muncul tanda-tanda pemulihan hubungan antara Ankara dan Damaskus.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mendukung upaya awal pemberontak untuk menggulingkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, pada awal perang tahun 2011.
Namun, ia telah mengubah arahnya dalam beberapa tahun terakhir, dengan pejabat tinggi dari kedua negara bertemu dalam pembicaraan yang dimediasi Rusia.
Perang saudara Suriah telah menewaskan lebih dari 500.000 orang dan membuat jutaan orang mengungsi sejak dimulai pada 2011, akibat penindasan protes antipemerintah.
Kemudian hal ini berkembang menjadi konflik kompleks yang melibatkan tentara asing dan jihadis.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)