Sejak Israel menyerang Gaza pada 7 Oktober 2023, setidaknya hampir 40.000 warga sipil Palestina tewas.
Puluhan ribu korban tewas didominasi oleh perempuan dan anak-anak.
Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza.
Lebih dari sepuluh bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkannya untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.
Tentara Israel Jadikan Warga Palestina sebagai Tameng Manusia
Sementara itu, media Israel, Haaretz, melaporkan tentara Israel secara sistematis menggunakan warga sipil Palestina di Gaza sebagai tameng manusia sejak serangan berlangsung pada 7 Oktober 2023.
Baca juga: Setujui Transfer Senjata Senilai 20 M Dolar, Menlu AS: Berkomitmen Bantu Keamanan Israel
Menurut laporan Haaretz pada Selasa, praktik itu dilakukan atas sepengetahuan pejabat militer senior, termasuk Kepala Staf Angkatan Darat, Herzi Halevi.
Penyelidikan, yang didasarkan pada kesaksian tentara dan komandan Israel, mengungkapkan warga sipil yang dijadikan tameng manusia biasanya dipakaikan pakaian tentara Israel dan berusia 20-an.
"Sebagian besar dari mereka mengenakan sepatu kets, bukan sepatu bot militer."
"Tangan mereka diborgol di belakang punggung dan wajah mereka dipenuhi ketakutan," kata seorang saksi.
Haaretz mengungkap, "warga Palestina secara acak telah digunakan oleh unit tentara Israel di Jalur Gaza untuk satu tujuan: menjadi tameng manusia bagi tentara selama operasi."
Laporan tersebut menjelaskan bagaimana warga sipil Palestina dipaksa untuk menemani tentara Israel selama operasi.
Korban biasanya dikirim untuk memeriksa area yang berpotensi berbahaya bagi tentara Israel.
Tentara yang terlibat dilaporkan telah diberi tahu, "nyawa kami lebih penting daripada nyawa mereka."