Hamad menyebut Netanyahu adalah penipu karena telah "merusak" negosiasi penyanderaan dan gencatan senjata saat ini.
Berbicara dengan Al-Mayadeen, Hamad menyebut Netanyahu "melakukan penipuan" dan mengklaim bahwa ia "menetapkan persyaratan baru dan merusak apa yang telah disepakati sebelumnya".
Hamad mendorong gagasan bahwa Netanyahu tidak tertarik pada kesepakatan dan secara aktif mencegah penyelesaian negosiasi.
"Netanyahu merusak kesepakatan tersebut dari awal," ucap Hamad.
Inkonsistensi Netanyahu
Ketidakkonsistenan Netanyahu tentang gencatan senjata di Hamas ini bukanlah hal yang baru baginya.
Berulang kali Netanyahu tampak berupaya menjegal tercapainya kesepakatan gencatan senjata.
Bahkan, negosiator Israel dan Presiden AS, Joe Biden menuduh Netanyahu tak memiliki niatan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
"Dokumen yang diusulkan tidak mengandung sesuatu yang ambigu, tetapi pihak Israel menunda-nunda dalam memberikan jawaban tentang apa yang diusulkan," kata Hamas, dikutip dari The Jerusalem Post.
Hamad menuduh Israel memperkenalkan persyaratan baru terkait Koridor Philadelphia setelah kedua pihak sebelumnya sepakat mengenai penarikan total Israel.
Baca juga: Hamas Tolak Syarat Baru dari Israel, Sebut AS Bohong soal Kemajuan Negosiasi Gencatan Senjata
Ia menegaskan kembali bahwa Hamas tidak akan mengizinkan Israel untuk tetap berada di bagian mana pun dari Jalur Gaza.
Hamas mengklaim bahwa Israel meninggalkan celah dalam perjanjian untuk memungkinkan mereka kembali berperang di kemudian hari.
Hamad menyalahkan semua masalah selama negosiasi terhadap Israel.
"Israel telah menggagalkan semua upaya mediator untuk mencapai kesepakatan. Israel telah menggagalkan negosiasi Doha hari ini, dan tidak ada kemajuan," kata Hamad.
Ia meminta para mediator untuk memberikan tekanan lebih besar pada Israel.
Namun, Hamad tampaknya menjauhkan negosiasi dari respons Iran-Hizbullah yang diharapkan terhadap pembunuhan kembar Ismail Haniyeh dan Fuad Shukr.
"Respons Iran dan respons Hizbullah adalah hak mereka dan memiliki jalur yang berbeda dari jalur negosiasi," ungkap Hamad.
"Pembicaraan tentang negosiasi, hidup berdampingan dengan pendudukan, dan perdamaian semuanya bohong," katanya.
Baca juga: Hamas Mengutuk Serangan Pemukim Israel di Tepi Barat yang Menewaskan Satu Warga Palestina
Politik Kotor Netanyahu
Netanyahu terlibat dalam konsultasi politik untuk memastikan bahwa kesepakatan pertukaran tahanan potensial, jika tercapai, tidak mempengaruhi koalisi pemerintahannya.
Menurut situs berita Israel, Makan, Netanyahu berencana mengirim pesan kepada dua menteri yang menentang kesepakatan tersebut.
Kedua menteri tersebut, ialah Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich.
Baca juga: Profil Ben-Gvir, Menteri Ekstremis Penentu Kekuasaan Sayap Kanan Israel, Ingin Hamas Disingkirkan
Surat tersebut kabarnya dimaksudkan untuk meminta agar mereka tidak membubarkan pemerintahan.
Dengan kata lain, Netanyahu meminta Smotrich dan Ben-Gvir untuk tidak membubarkan pemerintah selama masa reses Knesset jika kesepakatan itu ditandatangani.
Ia telah meminta mereka untuk menunggu hingga setelah jeda perang selama 42 hari, yang menandai berakhirnya fase pertama kesepakatan, untuk melanjutkan genosida di Gaza, sebelum membuat keputusan akhir tentang hal itu.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Aryeh Deri, pemimpin partai Shas, telah kembali menghadiri konsultasi keamanan terbatas minggu ini setelah absen selama beberapa minggu.
Kembalinya dia ini dipandang, di media Israel, sebagai tanda bahwa kesepakatan mungkin hampir selesai.
Baca juga: Diduga Dukung Hamas, Ratusan Warga Israel Ditangkap, Laporan Selamat Datang di Neraka Dirilis
Dikutip dari Al-Mayadeen, pengungkapan ini menyoroti strategi terencana Netanyahu untuk berpotensi merusak perjanjian gencatan senjata setelah mencapai keuntungan yang diharapkan.
Dengan begitu, hal ini sejalan dengan tuduhan dari lawan-lawannya bahwa ia memprioritaskan kelangsungan hidup pemerintahannya di atas pertimbangan lain.