News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aksi demonstrasi memanas, mengapa Garuda Pancasila digunakan dalam 'peringatan darurat Indonesia'?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi demonstrasi memanas, mengapa Garuda Pancasila digunakan dalam 'peringatan darurat Indonesia'?

Lambang Garuda Pancasila dengan latar belakang biru dengan tulisan putih ‘PERINGATAN DARURAT’ atau ‘RI-00’ ramai beredar di media sosial usai pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di parlemen. Di Jakarta dan beberapa daerah, muncul konsolidasi untuk melancarkan protes menolak revisi UU Pilkada.

Hingga Kamis (22/08) petang, massa masih melakukan aksi di luar gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta. Sebagian pagar gedung DPR jebol oleh massa aksi yang menolak RUU Pilkada ketika mencoba masuk ke kompleks parlemen.

Situasi memanas ketika pengunjuk rasa menerobos kompleks dan polisi berusaha membubarkan massa dengan gas air mata dan meriam air. Sekitar 3.000 personel polisi dikerahkan untuk mengamankan protes tersebut.

Di sejumlah daerah, seperti di Semarang, Jawa Tengah, demonstrasi berujung dengan kericuhan.

Dalam 24 jam terakhir, ‘peringatan darurat indonesia’ menjadi tren di jagat maya dengan volume pencarian mencapai lebih dari 200.000.

Lambang negara itu viral setelah diunggah sejumlah influencer atau pemengaruh di jejaring sosial seperti X (sebelumnya Twitter) dan Instagram. Mereka serentak memprotes tindakan DPR yang oleh para pakar dianggap sebagai “pembegalan atau pembangkangan” terhadap konstitusi.

Seperti diketahui, delapan dari sembilan fraksi di DPR sepakat untuk hanya menerapkan sebagian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan kepala daerah pada rancangan perubahan UU Pilkada.

Padahal, putusan MK yang dikeluarkan sehari sebelumnya disambut baik berbagai pengamat karena mengubah konstelasi politik menjelang Pilkada 2024 yang sebelumnya dinilai pakar tidak berimbang dengan munculnya koalisi-koalisi ‘gemuk’.

Garuda Pancasila dengan tulisan 'Peringatan Darurat' telah diadopsi oleh sejumlah pengguna media sosial sebagai simbol perlawanan. Di dunia maya, sejumlah aktivis berkonsolidasi untuk mengadakan unjuk rasa di lapangan pada Rabu (21/08) petang.

Di Jakarta dan beberapa daerah, muncul konsolidasi untuk melancarkan protes ke Senayan.

Dari mana asal muasal ilustrasi lambang burung Garuda dan bagaimana ini menjadi ikon upaya memprotes aksi DPR?

Dari mana simbol Garuda Pancasila berasal?

Berdasarkan penelusuran di media sosial, gambar itu merupakan tangkapan layar dari berbagai unggahan video Emergency Alert System (EAS) Indonesia Concept. EAS Indonesia Concept pada awal Desember 2022 mengunggah beberapa film pendek analog dengan genre horor dengan menggunakan emergency alert system atau sistem peringatan dini sebagai benang merah.

Dalam karya fiksi mereka, lambang Garuda Pancasila berlatar biru merupakan siaran darurat dari pemerintah ketika muncul ‘entitas asing’ yang membajak negara.

“Peringatan darurat terhadap warga sipil aktivitas anomali yang baru saja dideteksi oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” demikian bunyi peringatan.

“Jika Anda menyaksikan ini maka pemerintahan Republik Indonesia telah usai. Pemerintahan telah diambil oleh entitas [BUKAN MANUSIA].”

Misalnya, pada satu klip berdurasi 1 menit 41 detik, gambar itu digunakan untuk menginterupsi kartun anak-anak di mana entitas ‘Teddy Bear’ mengajak anak-anak yang menonton untuk loncat dari tempat tinggi.

Dalam satu klip lainnya bertajuk THE LAST BROADCAST [SIARAN TERAKHIR], lambang itu muncul dalam satu film pendek horor ketika Indonesia dikuasai ‘entitas asing’ dan pemerintahan runtuh.

Siaran itu adalah yang terakhir dari pemerintah Indonesia diiringi dengan lagu Indonesia Raya.

Siapa yang pertama kali mengunggah Garuda Pancasila sebagai simbol protes?

Analisis jaringan sosial Drone Emprit menemukan unggahan ‘Garuda Biru Peringatan Darurat’ pertama kali dibuat akun media sosial X @BudiBukanIntel pada Rabu (21/08) sekitar pukul 08.00 WIB.

BBC News Indonesia menghubungi akun tersebut pada Kamis (22/08). Akun @BudiBukanIntel mengaku dirinya tidak menyangka akan menjadi viral sampai seperti ini.

“Mau lucu-lucuan saja,” ujar @BudiBukanIntel yang awalnya menanggapi unggahan rekannya di X.

“Kebetulan [saya] juga sukanya aktivisme hak sipil, jadi mutual [sesama pengikut di X] banyak yang memang sebal sama Jokowi, termasuk saya.”

Dia lalu menambahkan unggahannya kemudian dibagikan hingga sampai ke akun-akun lainnya dan menjadi ramai.

@BudiBukanIntel mengaku mengetahui asal muasal gambar itu dari YouTube.

Garuda Pancasila dengan tulisan 'Peringatan Darurat' kemudian digunakan sejumlah pengguna media sosial sebagai simbol protes terhadap DPR yang dianggap membangkang dari putusan MK.

Berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia, terdapat beberapa akun di media sosial – aktivis, influencer, pakar – yang mengunggah Garuda Pancasila sebagai lambang protes.

Salah satu pengunggahnya adalah pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, klip ‘Peringatan Darurat’ itu diunggah tetapi alih-alih ‘entitas anomali’, yang mengambil alih pemerintah disebut “Rezim Otoriter dan antek-anteknya”.

“Bergerak dan Hentikan Kekuasan Rezim,” begitu bunyi tulisan.

Beberapa akun yang menggunakan ‘Garuda Biru’ antara lain pembuat film Ernest Prakasa; sutradara Joko Anwar; Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI); komika Pandji Pragiwaksono; komika Bintang Emon; penyanyi Fiersa Besari; dan LSM Indonesia Corruption Watch.

Salah satu pendiri media Narasi, Najwa Shihab, juga mengunggah lambang Garuda berbarengan dengan akun Mata Najwa dan akun resmi Narasi di Instagram.

Ketika berita ini diturunkan, unggahan ‘Peringatan Darurat’ mereka ‘disukai’ 104.000 akun Instagram.

“Poster berwarna biru dengan tulisan ‘PERINGATAN DARURAT’, ini [karena] memang darurat,” ujar Najwa kepada BBC News Indonesia ketika dihubungi pada Kamis (22/08).

Najwa menyebut peringatan darurat ini perlu disebarkan karena masyarakat berhak untuk marah dan agar sebanyak-banyaknya orang tahu bahwa rapat DPR bukanlah untuk kepentingan rakyat.

“Saya cemas pembangkangan konstitusi ini bisa berujung dengan pembangkangan sipil,” imbuhnya.

Mengapa ilustrasi ini menjadi populer dan digunakan sebagai simbol protes?

Rizal Nova Mujahid selaku ketua analis Drone Emprit mengatakan ilustrasi Garuda Pancasila itu menarik perhatian karena dinilai sederhana, lengkap, representatif, dan gampang dibagikan.

“Daya tarik gambar Garuda Biru Peringatan Darurat adalah pada ketepatannya dalam merepresentasikan kondisi darurat yang sedang dihadapi Indonesia,” ujar Rizal kepada BBC News Indonesia ketika dihubungi pada Kamis (22/08).

Rizal menambahkan viralnya ilustrasi lambang negara itu sebetulnya diawali dari tagar #KawalPutusanMK yang muncul ketika muncul berita tentang adanya rapat Baleg DPR.

“Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, publik diramaikan dengan beredarnya screenshot undangan rapat Baleg DPR untuk merespons putusan MK. Agenda rapat, dicurigai untuk menganulir putusan MK. Kecurigaan publik semakin kuat,” ujar Rizal.

Drone Emprit mencatat pada Rabu (21/08) sekitar 03.00 WIB, muncul unggahan di X yang bernuansa candaan yakni pendudukan di kantor-kantor pemerintahan.

@BudiBukanIntel, imbuh Rizal, membalas unggahan itu dengan unggahan Garuda Biru Peringatan Darurat pada Rabu (21/08) sekitar pukul 08.00 WIB.

Rizal berpendapat kedua unggahan itu kemungkinan besar bernada ‘candaan’.

Akan tetapi, sekitar pukul 14.00 WIB, Garuda Biru Peringatan Darurat, kemudian turut diunggah beberapa akun influencer besar, antaranya Najwa Shihab, @ivooxid, @projectm_org dengan “narasi yang menghubungkan Garuda (Indonesia) dan Darurat (darurat politik, hukum, etika)”.

“Dari sini, terlihat bahwa Garuda Biru Peringatan Darurat yang diangkat @BudiBukanIntel nampaknya dinilai selaras dan mewakili keadaan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia termasuk kedaruratan pembatalan putusan MK,” ujar Rizal.

Akun-akun kelompok massa juga menggunakan simbol tersebut untuk mengonsolidasi aksi protes lapangan.

Ajakan tersebut terbukti berhasil karena pada Kamis (22/08) per 11.00 WIB, di depan Gedung DPR Senayan, massa mulai berkumpul seperti dilaporkan wartawan BBC News Indonesia Viriya Singgih.

Rapat Paripurna DPR pada Kamis (22/08) dijadwalkan mengesahkan RUU Pilkada yang digodok kilat Baleg DPR sehari sebelumnya. Namun, rapat paripurna tersebut ditunda karena jumlah anggota legislatif yang hadir tidak memenuhi batas minimum atau kuorum.

Demonstrasi di DPR memanas

Ratusan orang tampak berkumpul di depan Gedung DPR, pada Kamis (22/08), pukul 11.00 WIB. Jumlah massa terus bertambah hingga ribuan orang pada pukul 13.42 WIB.

Sekitar pukul 14.30 WIB, sebagian pagar gedung DPR jebol oleh massa aksi ketika mencoba masuk ke kompleks parlemen tersebut. Momen itu pun langsung membuat aparat kepolisian bersiaga dan menggunakan tameng lengkap beserta pelindung badan.

Massa masih memadati area samping gedung DPR yang berhadapan dengan Jl. Gatot Subroto. Di sana, bisa dikatakan massa terbagi ke beberapa area: sebelah kiri pagar DPR yang terletak dekat Senayan Park, tengah, dan sebelah kanan pagar yang terletak dekat Manggala Wanabakti.

Mahasiswa dari berbagai kampus tampak terpusat di area kiri dan tengah. Sekitar pukul 15.00 WIB, orator mengatakan "ada kejadian", dan berulang kali menyerukan, "Medis, tolong beri jalan!"

Di sebelah kiri, lalu lintas orang padat, tapi tetap relatif terkendali. Di tengah, para mahasiswa merapatkan barisan. Di kanan, situasi ricuh.

Pukul 15.19 WIB, tampak salah satu bagian pagar kanan DPR telah jebol. Massa mencoba masuk ke kompleks DPR berulang kali dari sana.

Perlahan mereka maju, tapi lantas terhenti. Yang paling depan mendadak dipaksa mundur, entah oleh apa dari dalam kompleks DPR. Beberapa botol dilempar. Massa buru-buru balik arah. Beberapa berteriak menenangkan: "Sabar! Pelan-pelan!"

Lima menit kemudian, mereka yang di depan mengganti strategi. Beberapa orang terlihat berusaha mencabut pagar lain agar lubang di pagar yang tercipta lebih besar. Belum pagar tercabut, mendadak rusuh lagi.

Seseorang tampaknya ditarik paksa keluar dari kerumunan. Ada yang bilang copet. Ada yang bilang provokator.

Beberapa menit berselang, perhatian massa fokus pada si terduga copet atau provokator tersebut hingga beberapa berteriak, "Fokus! Sudah, sudah!"

Tak lama, terdengar alunan: "Hati-hati! Hati-hati! Hati-hati provokasi!"

Massa demonstran kemudian melempari polisi dengan batu dan botol ketika petugas berusaha memadamkan api yang membakar pagar bagian depan gedung DPR.

Menurut laporan kantor berita Antara, pada pukul 16.00 WIB, terlihat polisi berupaya memadamkan api yang membakar bagian depan pagar.

Saat dipadamkan menggunakan selang air pemadam kebakaran, massa mulai memanas dan melempari polisi.

Hujan bebatuan pun terjadi dari seluruh sisi luar depan gedung DPR ke arah halaman di dalam. Massa yang ada di depan tembok jebol pun mulai mencoba masuk secara paksa.

Reza Rahadian: 'Ini bukan negara milik keluarga tertentu'

Di antara pengunjuk rasa terdapat sutradara Joko Anwar, yang mengaku hadir guna memprotes "permainan penguasa" yang "brutal".

"Jadi mau sampai kapan kita seperti ini? Kita nantinya akan jadi onggokan benda yang tidak punya kuasa sebagai rakyat. Padahal kita yang memberikan mereka kekuasaan, kita yang memilih. Ya harus turun ke jalan," paparnya kepada BBC News Indonesia.

"Selama ini kan bersuara apa pun di sosial media sudah enggak ada gunanya, apalagi di masa-masa post-truth. Secara fisik menunjukkan kita berada di satu tempat, bersatu, bahwa kita masih punya kekuatan," sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, aktor Reza Rahadian turut bergabung dalam demo kawal putusan di DPR.

Ketika berorasi di hadapan masssa, Reza mengaku "gelisah melihat demokrasi" Indonesia saat ini.

Reza datang mengenakan kaos dan topi hitam. Dia pun meminta massa berdemo untuk menjaga diri dan suasana agar tetap kondusif.

"Saya hadir hari ini sebagai rakyat biasa bersama teman-teman semua. Sebagai orang yang gelisah melihat demokrasi kita hari ini," ujar Reza di atas mobil komando di Gedung DPR, Kamis (22/08).

Pernyataannya mengacu pada putusan MK yang menurutnya telah mengembalikan kehormatan lembaga tersebut namun putusan itu kemudian dianulir oleh lembaga perwakilan rakyat DPR.

Dalam orasinya, Reza merasa tak bisa terus berdiam diri selama DPR masih ingin tak mengikuti putusan MK.

Reza menilai bahwa negara Indonesia bukan hanya milik satu keluarga saja, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia.

"Ini bukan negara milik keluarga tertentu," kata Reza.

Dukungan kepada para hakim MK

Sementara, sejumlah guru besar, akademisi, dan aktivis pro-demokrasi 1998 menyambangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan dukungan kepada para hakim, Kamis (22/08).

Guru Besar UI Profesor Sulistyowati Irianto, mengatakan bahwa kehadiran mereka di Gedung MK tidak dikomandoi oleh pihak-pihak tertentu.

Justru, katanya, gerakan sipil yang berlangsung di berbagai tempat merupakan bentuk perlawanan dari apa yang disebutnya "cara aliansi membajak konstitusi dengan sangat keji".

"Kita tahu mereka sedang mendesain, mengubah revisi UU Pilkada yang tidak kita perlukan dan begitu jahatnya aliansi itu membegal keputusan MK nomor 60 dan 70," ungkapnya.

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, juga menyebut apa yang baru saja diputuskan MK sesungguhnya merupakan "takaran yang pas untuk demokrasi" namun herannya "mau disiasati oleh sebuah kekuatan siapa pun itu dengan mencoba menghalangi".

Apa yang terjadi hari ini di jalan-jalan, sambungnya, adalah "tagihan" yang harus dikirim ke orang yang menghalang-halangi tersebut dengan pesan terbuka: "jangan mencoba menipu publik dua kali, cukup sekali di Pilpres. Jangan mengulangi di Pilkada".

Zainal Muchtar menekankan kehadiran mereka di gedung MK bukan mengatasnamakan politikus tertentu.

"Kita berkumpul atas nama masa depan demokrasi Indonesia, karena saya yakin mau muda dan tua, beberapa tahun ke depan demokrasi kita titipkan ke anak cucu. Apa yang kita titipkan kalau tidak bergerak?"

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro, mengatakan sebanyak 3.200 personel gabungn TNI-Polri disiagakan dan disebar ke kawasan sekitar Gedung DPR, di patung kuda, di Mahkamah Konstitusi, dan di KPU RI.

Bagaimana dengan demo di daerah lain?

Ratusan massa yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Sumatera Barat (Sumbar) menggelar aksi terkait revisi UU Pilkada, Kamis (22/08).

Aksi tersebut dilaksanakan di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat dengan menggunakan berbagai atribut.

Dalam pantauan wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC Indonesia, aksi tersebut dimulai sejak pukul 10.46 WIB.

Massa yang melakukan aksi membawa berbagai macam atribut seperti spanduk yang bertuliskan penolakan terhadap DPR dan pemerintah. Massa aksi masih terus bertambah dari berbagai kalangan.

Salah seorang peserta aksi yang merupakan dosen di salah satu Universitas di Sumatera Barat, Aznil Mardi, mengatakan salah satu tuntutan yang disuarakan dalam aksi tersebut adalah tentang boikot pilkada yang akan dilaksanakan pada November 2024 mendatang.

"Boikot pilkada adalah salah satu bentuk tuntutan kita, karena pemerintah pusat melalui tangan-tangan DPR dan ketum partai mengintervensi anggota DPR. Mereka membuat skema pada pilkada kali ini seolah mereka telah tentukan kepala daerah sebelum pilkada dilaksanakan," katanya.

Menurutnya, jika revisi UU tersebut nantinya disahkan oleh DPR, akan ada aksi lagi di Sumatra Barat. Bahkan akan mendatangkan massa lebih banyak.

"Sebelum disahkan saja, sudah seperti ini respons dari masyarakat. Apalagi kalau disahkan, kemungkinan akan dilakukan aksi kembali dan akan mendatangkan massa yang lebih banyak lagi," katanya.

Di Yogyakarta, sekitar seribuan massa yang terdiri dari elemen mahasiswa dan masyarakat serta pekerja kaki lima yang tergusur, turun ke jalan melakukan aksi di Jalan Malioboro.

Mereka memiliki satu tujuan, yakni mengawal putusan MK dan menolak UU Pilkada hasil revisi kilat oleh DPR Pusat.

Mereka telah berkumpul sejak Kamis (22/08) pukul 08.00 WIB dan mulai berjalan menuju kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provisi Daerah (DPRD) sekitar pukul 11.00 WIB.

Massa aksi yang tergabung dalam aksi Jogja Memanggil langsung berjalan menuju ke Gedung Agung di titik nol kilometer Yogyakarta.

Tampak dalam rombongan aksi adalah budayawan Butet Kartaradjasa yang sejak awal Pilpres 2024 lalu menunjukkan kekecewaannya terhadap rezim Jokowi.

Di Makassar, ribuan mahasiswa dari kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) dengan Universitas Hasanuddin (Unhas) dan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) menggelar aksi demo dengan seruan "mengawal konstitusi".

Ribuan massa aksi ini berkumpul di bawah jalan layang Pettarani-Urip Sumoharjo dan bergerak ke arah gedung DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) yang berjarak 200 meter dari titik kumpul aksi.

Massa pun membakar ban dan melakukan orasi. Beberapa spanduk yang dibawa massa bertulis kritik terhadap DPR dan Pemerintah, hingga menginggung soal dinasti.

"Dinasti Hancurkan Demokrasi", "Dewan Penghianat Rakyat", dan "Kawal Putusan MK".

Sebelumnya, polisi membubarkan paksa aksi Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) yang berdemonstrasi di depan kantor DPRD Kota Makassar, Kamis (22/08), sekitar pukul 13.30 Wita.

Alasan polisi membubarkan karena demo para mahasiswa tidak melaporkan pemberitahuan serta menutup jalan dan bakar ban sehingga menimbulkan kemacetan.

Walaupun dibubarkan, aktivis GAM tetap kembali menggelar aksinya di lokasi yang sama.

Di Semarang, Jawa Tengah, demonstrasi berujung rusuh usai aparat kepolisian membubarkan massa aksi yang didominasi mahasiswa.

Semula, ribuan massa aksi yang mengenakan jas almamater dari sejumlah kampus di Semarang dan sektiarnya tampak membanjiri Jalan Pahlawan di Semarang pada Kamis (22/08) sekitar pukul 10.00 WIB.

Mereka kemudian melakukan long march menuju depan gerbang kantor DPRD Jawa Tengah dengan membawa baliho bertuliskan 'Jokowi Picek, Tolak Politik Dinasti' dan melakukan orasi.

Pada pukul 12.00 WIB mereka bergeser ke gerbang samping kantor DPRD Jateng. Mereka mulai mengamuk dan mendobrak gerbang samping DPRD Jateng hingga akhirnya ambruk pada sekitar pukul 12.30 WIB.

Dalam waktu yang bersamaan, mobil komando mengajak para masa aksi ikut merapat dan aparat kepolisian pun ikut berpindah penjagaannya. Bahkan terlihat water canon mulai diarahkan ke gerbang dan massa aksi yang terus ingin mendesak masuk ke kantor DPRD Jateng.

"Kami tidak takut Jokowi. Dobrak, dobrak," teriak mereka saat merobohkan gerbang.

Sambil terus mendesak masuk, hingga melakukan aksi jongkok, masa kemudian meneriakan tuntutan mereka.

"Hari ini kita ada dua tuntutan. Pertama kita kawal Pilkada dan mendesak DPR yang telah berupaya menganulir putusan MK. Kedua kita mendesak pemakzulan Presiden RI Jokowi sebelum tanggal 10 Oktober 2024," ungkap BEM FMIPA Unnes Koncoro Adi Wibowo.

Sekitar pukul 13.00 WIB situasi mulai memanas bahkan ada salah seorang mahasiswa Unnes yang ditarik oleh aparat ke dalam gedung.

"Meskipun mereka sambil jongkok, ketika mereka mendesak masuk itu adalah bentuk provokasi," ucap salah seorang polisi melalui pengeras suara.

Pukul 13.20 WIB, massa bentrok dengan aparat, bahkan kepolisian sudah menembakan water canon dan gas air mata ke arah massa. Namiun

Namun masa aksi tidak menggubris bahkan semakin menjadi dan meneriakan perlawanan.

Ada di antara mereka yang mebentangkan kertas bertuliskan "Anak yatim ga bisa minta kerjaan ke bapak". Kalimat tersebut mereka sampaikan sebagai bentuk sindiran kepada Gibran dan Kaesang sebagai putra Jokowi.

Tidak berlangsung lama, sekitar pukul 13.33 WIB, water canon kembali disemprotkan ke arah massa. Aparat juga mengerahkan pasukan bermotor yang dilengkapi dengan tembakan gas air mata.

Para aparat tersebut bergerak menembakan gas air mata ke arah Taman Indonesia Kaya dan mengejar massa hingga Jalan Pahlawan di kompleks S2 Undip.

Sampai disana sempat terjadi bentrok, namun akhirnya para aparat memutuskan mundur dan kembali masuk ke Kantor DPRD Jateng dan massa membubarkan diri sekitar pukul 14.00 WIB.

Apa yang memicu Garuda Pancasila menjadi simbol protes di media sosial?

Seperti diketahui, Partai Buruh dan Partai Gelora mengajukan gugatan mereka ke MK agar dapat mencalonkan kepala daerah baik secara individual maupun bergabung ke parpol meski jumlah suaranya tidak memenuhi syarat ambang batas suara.

Persyaratan dalam UU Pilkada menyebut partai politik atau gabungan partai politik baru dapat mengusulkan calon apabila secara total memiliki setidak 20% dari total kursi di DPRD pada pemilu legislatif atau memenuhi 25% akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD.

Dalam konteks Pilkada Jakarta, misalnya, tidak ada parpol yang bisa mencalonkan pasangan tanpa berkoalisi di Pilkada Jakarta karena tidak ada yang memenangkan

Pada Selasa (20/08), MK menganulir putusan tersebut dan menurunkan ambang batas suara hingga 7,5%.

Putusan MK pun mengubah percaturan parpol-parpol dalam mengajukan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta tahun ini.

PKS, Nasdem, dan PKB – yang sebelumnya mendukung mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan – mengalihkan dukungan mereka ke mantan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Dengan putusan MK ini, PDIP yang tidak tergabung dalam KIM Plus, misalnya, bisa mengajukan calonnya sendiri tanpa perlu berkoalisi.

Akan tetapi, rapat Baleg DPR kemarin tentang revisi UU Pilkada justru membatalkan kembali putusan MK tersebut.

Selain itu, Revisi UU Pilkada juga akan membuka jalan bagi Kaesang Pangarep untuk mencalonkan diri. Itu karena Baleg menyepakati bahwa batas usia calon kepala daerah harus sudah 30 tahun saat pelantikan, bukan saat pendaftaran.

Padahal, pada Selasa (20/08), MK pada putusan terpisah menekankan syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi saat penetapan pasangan calon peserta Pilkada oleh KPU.

Kaesang baru akan berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024. Sementara penetapan pasangan calon KPU adalah 22 September.

RUU Pilkada yang telah selesai dibahas oleh DPR dan pemerintah pada Rabu sore rencananya akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (22/08).

'Si tukang kayu' dan 'Roti seharga Rp400.000'

Presiden Joko Widodo mengaku dirinya melihat keramaian dan keriuhan di media sosial yang menyebut “tukang kayu”. Dia menilai semua orang yang sering bermain medsos pasti tahu siapa tukang kayu yang dimaksud.

"Ini sehari dua hari ini kalau kita lihat medsos, media massa ini sedang riuh, sedang ramai setelah putusan yang terkait dengan pilkada," ujar Jokowi dalam Munas ke-11 Golkar di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (21/08) malam.

"Tapi yang ingin saya sampaikan bahwa sebagai lembaga eksekutif, saya ini berada di lembaga eksekutif sebagai presiden. Saya sangat hormati yang namanya lembaga yudikatif, lembaga legislatif. Kami, saya sangat hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara yang kita miliki. Mari kita hormati keputusan, beri kepercayaan bagi pihak-pihak yang miliki kewenangan untuk lakukan proses secara konstitusional," kata Jokowi.

Dalam revisi Undang-Undang Pilkada yang berlangsung kilat di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Rabu (21/08), batas usia paling rendah untuk calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun saat pelantikan. Sementara batas usia terendah kepala daerah di tingkat kabupaten/kota adalah 25 tahun pada saat pelantikan.

Sejumlah pakar menilai revisi UU Pilkada soal batas usia akan membuka kembali peluang bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk mencalonkan diri.

Di tengah kontroversi keputusan Baleg DPR mengenai revisi UU Pilkada, Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono, diketahui tengah berada di Amerika Serikat.

Mereka mengunggah sejumlah foto yang memicu perbincangan panas di platform X, seperti tuduhan menumpang pesawat jet pribadi dan membeli sepotong roti seharga Rp400.000

Berita ini akan terus diperbarui.

!function(s,e,n,c,r){if(r=s._ns_bbcws=s._ns_bbcws||r,s[r]||(s[r+"_d"]=s[r+"_d"]||[],s[r]=function(){s[r+"_d"].push(arguments)},s[r].sources=[]),c&&s[r].sources.indexOf(c)<0){var t=e.createElement(n);t.async=1,t.src=c;var a=e.getElementsByTagName(n)[0];a.insertBefore(t,a),s[r].sources.push(c)}}(window,document,"script","https://news.files.bbci.co.uk/ws/partner-analytics/js/fullTracker.min.js","s_bbcws");s_bbcws('syndSource','ISAPI');s_bbcws('orgUnit','ws');s_bbcws('platform','partner');s_bbcws('partner','tribunnews.com');s_bbcws('producer','indonesian');s_bbcws('language','id');s_bbcws('setStory', {'origin': 'optimo','guid': 'cpdlj0x9yyjo','assetType': 'article','pageCounter': 'indonesia.articles.cpdlj0x9yyjo.page','title': 'Aksi demonstrasi memanas, mengapa Garuda Pancasila digunakan dalam \'peringatan darurat Indonesia\'?','published': '2024-08-22T04:19:06.714Z','updated': '2024-08-22T08:21:05.845Z'});s_bbcws('track','pageView');

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini