Menanggapi pernyataan Ben Gvir pada hari Senin, Hamas mengeluarkan pernyataan yang berbunyi, "Ekstremis Ben Gvir menegaskan niatnya untuk membangun sinagoge di Masjid Al-Aqsa; sebuah pengumuman yang berbahaya dan negara-negara Arab dan Islam harus memikul tanggung jawab mereka untuk melindungi Al-Aqsa dan tempat-tempat suci lainnya."
Gerakan perlawanan Palestina menambahkan, "Apa yang diungkapkan menteri teroris Ben Gvir pagi ini tentang niatnya untuk membangun Sinagoge Yahudi di dalam Masjid Al-Aqsa yang diberkahi, merupakan pengumuman berbahaya yang mencerminkan sifat niat pemerintah pendudukan terhadap Al-Aqsa dan identitas Arab dan Islamnya, dan langkah-langkah kriminalnya yang berusaha untuk meyahudikannya dan memperketat kontrol atasnya."
Pada bulan September 2000, Perdana Menteri Israel saat itu Ariel Sharon mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa yang dikelilingi oleh sekitar seribu polisi antihuru-hara bersenjata. Tindakan Sharon memicu protes oleh warga Palestina yang memulai Intifada Kedua, atau pemberontakan, terhadap pendudukan Israel atas Yerusalem, Tepi Barat, dan Gaza.
Sharon dibenci oleh warga Palestina karena perannya dalam berbagai pembantaian warga Palestina, termasuk di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Lebanon pada tahun 1982, serta pada tahun 1953 di desa Qibya di Tepi Barat dan kamp Bureij di Gaza.
Ben-Gvir Ingin Membangun Sinagoge di Al-Aqsa
Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir mengklaim pada hari Senin bahwa orang Yahudi memiliki hak untuk berdoa di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki, dan mengatakan ia akan membangun sinagoge di lokasi titik api tersebut , kantor berita Anadolu melaporkan.
"Kebijakan tersebut memperbolehkan berdoa di Temple Mount (Masjid Al-Aqsa). Ada hukum yang sama bagi orang Yahudi dan Muslim. Saya akan membangun sinagoge di sana," kata Ben-Gvir, pemimpin Partai Kekuatan Yahudi, kepada Radio Angkatan Darat Israel.
Ini adalah pertama kalinya menteri ekstremis itu berbicara terbuka tentang pembangunan Sinagoge di dalam Masjid Al-Aqsa. Namun, dalam beberapa bulan terakhir ia telah berulang kali menyerukan agar orang Yahudi diizinkan beribadah di lokasi tersebut.
Komentar Ben-Gvir muncul di tengah serangan berulang kali ke kompleks tersebut oleh pemukim ilegal Israel di depan polisi Israel yang berada di bawah tanggung jawab menteri sayap kanan.
Menanggapi pernyataan berulang Ben-Gvir selama beberapa bulan terakhir, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa status quo di Masjid Al-Aqsa tetap tidak berubah.
Status quo, yang berlaku sejak sebelum pendudukan Israel tahun 1967, menunjuk Wakaf Islam di Yerusalem, di bawah menteri Wakaf dan Urusan Islam Yordania, sebagai penanggung jawab pengelolaan Masjid Al-Aqsa, yang merupakan tempat ibadah khusus umat Islam.
Namun, sejak tahun 2003, polisi Israel secara sepihak mengizinkan pemukim ilegal memasuki Masjid Al-Aqsa pada hari kerja, kecuali hari Jumat dan Sabtu, tanpa persetujuan Wakaf Islam.
Serangan Ben-Gvir yang sering ke Masjid Al-Aqsa dan pernyataannya yang menganjurkan doa Yahudi di tempat tersebut telah memicu gelombang kecaman dari dunia Arab dan Islam serta masyarakat internasional.
Tindakannya juga membuat marah partai-partai keagamaan Israel yang menentang serangan ini karena kurangnya kemurnian ritual yang diperlukan untuk memasuki apa yang diyakini orang Yahudi sebagai lokasi yang diduga sebagai kuil.
Menanggapi pernyataan Ben-Gvir, Menteri Dalam Negeri Israel Moshe Arbel dari Partai Shas meminta Netanyahu "untuk menempatkan Ben-Gvir pada tempatnya, terutama terkait apa yang dia katakan pagi ini tentang Temple Mount," menurut Radio Angkatan Darat.