Sebagai informasi, PM Iran pertama tersebut dipilih lewat demokrasi.
Kudeta tersebut membuat Shah Mohammad Reza Pahlavi, yang didukung negara-negara Barat, kembali memimpin.
Dampaknya, Iran dan AS menjadi sekutu Perang Dingin.
Di tahun 1957, kedua negara menandatangani perjanjian kerja sama untuk penggunaan tenaga nuklir untuk kepentingan sipil.
Perjanjian itu merupakan bagian dari program "Atom untuk Perdamaian" yang digagas Presiden AS saat itu, Dwight D Eisenhower.
Satu dekade kemudian, AS menyediakan reaktor nuklir dan uranium untuk bahan bakar bagi Iran.
Baca juga: Eks Jenderal Israel: Kami Tak Siap Hadapi Rudal Iran dan Proksinya, Seluruh Negara Akan Hancur
Kolaborasi nuklir tersebut berlanjut selama 12 tahun berikutnya.
Pada 1972, Presiden AS saat itu, Richard Nixon, mengunjungi ibu kota Iran, Teheran.
Namun, meskipun hubungan antara pemerintah AS dan para penguasa Iran berkembang pesat, rakyat Iran menderita di bawah elit yang korup dan penguasa yang semakin diktator.
Kerusuhan sipil yang terjadi menyebabkan Revolusi Islam 1979 di Iran.
Pahlavi digulingkan dan akhirnya berlindung di bawah 'ketiak' AS.
Pemimpin revolusi, Ayatollah Ruhollah Khomeini, membentuk republik baru dan mengalihkan fokus negara dari Barat.
Setahun setelahnya, tepatnya pada bulan April 1980, AS memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
AS juga mendukung Irak dalam perang Iran-Irak tahun 1980-1988 yang menewaskan ratusan ribu orang di kedua belah pihak.