Pada 1988, Angkatan Laut AS menembak jatuh pesawat sipil Iran. Seluruh 290 orang di dalamnya tewas.
Pada awal 1990-an, AS meningkatkan sanksi terhadap Iran, berusaha mencegah militer Teheran memperoleh persenjataan canggih.
Pencairan singkat hubungan terjadi pada 1998, ketika Menteri Luar Negeri AS saat itu, Madeleine Albright, bertemu dengan wakil menteri luar negeri Iran dan diplomat lainnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pertemuan tingkat tertinggi sejak tahun 1979, meskipun tidak ada pembicaraan langsung.
Pada 2002, setelah serangan 11 September di Kota New York dan Washington, DC, Presiden AS saat itu, George W Bush, menggambarkan Iran sebagai bagian dari "Poros Kejahatan", bersama Korea Utara dan Irak.
Di bulan Januari 2020, ketegangan semakin meningkat ketika AS membunuh Jenderal Iran Qassem Soleimani , Kepala Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, dalam serangan drone di Baghdad, Irak.
Berselang satu tahun setelahnya, Presiden AS, Joe Biden, berjanji untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran, tetapi setelah beberapa putaran pembicaraan, kesepakatan itu tetap terancam.
Baca juga: 2 Kemungkinan Skenario Iran Serang Israel, Teheran Diprediksi akan Bombardir Pertahanan Tel Aviv
Kini, hubungan Iran dan AS kembali memanas setelah tewasnya Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada 31 Juli 2024.
Meski Israel belum mengakui ataupun membantahnya, laporan menyebut Tel Aviv langsung menghubungi AS setelah Haniyeh tewas, mengatakan pembunuhan itu merupakan perbuatan mereka.
Selain tewasnya Haniyeh, serangan Israel di Gaza juga membuat Iran "memusuhi" Tel Aviv dan AS.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)