Personel Intelijen Israel di Divisi Gaza Mau Mundur Saat Gallant Minta Netanyahu Revisi Target Perang
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan singkat dari Otoritas Penyiaran Israel KAN, Jumat (30/8/2024), mengutip sumber internal militer Israel (IDF), mengabarkan kalau petugas intelijen di Divisi Gaza mengumumkan niatnya untuk mengundurkan diri.
Niat mundur petugas intelijen Israel ini menyeruak saat agresi militer Israel memasuki bulan ke-11 dan belum mencapai target yang ditetapkan.
Baca juga: Mustaribeen, Unit Rahasia Elite Israel yang Menyamar Jadi Orang Arab di Agresi Militer di Tepi Barat
Informasi ini datang setelah Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Kamis (29/8/2024) menyerukan agar target perang Israel direvisi.
Khaberni melansir, Gallant meminta agar Israel memperluas tujuan perang yang dilancarkan oleh tentara pendudukan Israel, termasuk memulangkan penduduk pemukiman utara di perbatasan Lebanon ke rumah mereka.
Pernyataan Gallant muncul saat dia berpartisipasi dalam diskusi strategis bertajuk "Misi kami di front utara jelas: mengembalikan warga ke rumah mereka dengan selamat," menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronoth dikutip Khaberni.
Gallant menambahkan, "Untuk mencapai tujuan ini, kita diharuskan untuk memperluas tujuan perang, termasuk kembalinya penduduk utara ke rumah mereka dengan selamat. Saya akan menyampaikan hal ini kepada Perdana Menteri (Benjamin Netanyahu) dan Dewan Menteri."
Sebaliknya, kantor Netanyahu menanggapi pernyataan Gallant dengan mengatakan, dalam sebuah pernyataan, "Ini adalah konsep implisit (yang terbukti dengan sendirinya) yang tidak muncul dalam tujuan perang, meskipun ada tuntutan berulang kali."
Netanyahu sebelumnya menetapkan tujuan perang sebagai "memberangus Gerakan Perlawanan Hamas, membebaskan tahanan di Gaza, dan menjaga keamanan Israel."
Israel tidak mencapai satu pun dari tujuan tersebut meskipun telah terjadi perang selama sekitar 11 bulan.
Sejak 8 Oktober, permukiman di Israel utara telah menyaksikan ketegangan yang parah akibat saling pengeboman antara tentara Israel dan Hizbullah di Lebanon selatan, di mana permukiman yang dekat dengan perbatasan di sana, yang dihuni oleh ratusan ribu warga Israel, dievakuasi.
Sejak tanggal 8 Oktober lalu, faksi-faksi Lebanon dan Palestina di Lebanon, terutama Hizbullah, telah saling melakukan pemboman setiap hari dengan tentara Israel melintasi “Garis Biru” yang memisahkan kedua teritotial.
Eskalasi ini mengakibatkan ratusan orang tewas dan terluka, sebagian besar dari mereka berada di pihak Lebanon.
Faksi-faksi tersebut menuntut diakhirinya perang yang dilancarkan Israel, dengan dukungan Amerika, di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, yang telah menyebabkan lebih dari 134.000 warga Palestina meninggal dan terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, dan lebih dari 10.000 orang hilang.