TRIBUNNEWS.com - Berikut ini tujuh pengunduran diri di militer Israel yang paling menonjol sejak 7 Oktober 2023.
Diketahui, gelombang pengunduran diri di kalangan pejabat tinggi militer dan keamanan Israel terjadi sejak serangan Hamas, Operasi Banjir Al-Aqsa, pada 7 Oktober 2023.
Beberapa perwira senior mengundurkan diri atas kegagalan intelijen dalam memprediksi serangan tersebut.
Dikutip dari Anadolu Ajansi, berikut ini tujuh pengunduran diri paling menonjol di militer Israel selama 11 bulan terakhir:
- 2 Februari 2024
Kepala Divisi Penelitian Direktorat Intelijen Militer, Brigadir Jenderal Amit Saar, mengundurkan diri "karena alasan pribadi."
Pengunduran diri Saar tidak terkait kegagalan militer dan keamanan Israel untuk membunyikan alarm serangan 7 Oktober, "tetapi karena sakit", menurut media Israel.
Baca juga: Analis Militer: Ancaman Terbesar Israel Berasal dari Internal, Bukan Hizbullah Ataupun Iran
- 22 April 2024
Kepala Direktorat Intelijen Militer tentara Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva, mundur karena kegagalannya memprediksi serangan 7 Oktober 2023.
- 6 Juni 2023
Komandan Divisi Gaza tentara Israel, Brigadir Jenderal Avi Rosenfeld, mengumumkan pengunduran dirinya karena gagal melindungi pangkalan militer dan permukiman Israel selama Operasi Banjir Al-Aqsa.
- 11 Juli 2024
Kepala Distrik Selatan Badan Keamanan Shin Bet mengundurkan diri. Alasannya karena departemennya gagal dalam mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober.
- 29 Agustus 2024
Seorang perwira intelijen di divisi Gaza memberi tahu komandannya, ia bermaksud mengundurkan diri karena kegagalan intelijen pada 7 Oktober.
- 1 September 2024
Komandan Unit 8200, unit pengumpulan terbesar tentara Israel, Brigadir Jenderal Yossi Shariel, akan mengumumkan pengunduran dirinya dalam beberapa minggu mendatang.
Keputusan itu diambil Shariel sebagai tanggapan atas kritik yang ditujukan kepadanya mengenai kegagalan intelijen pada 7 Oktober.
- 3 September 2024
Kepala Angkatan Darat Israel, Tamir Yadai, mengundurkan diri karena "alasan pribadi" setelah menjabat selama tiga tahun.
Menurut Radio Angkatan Darat Israel, ia diperkirakan akan mengajukan pencalonannya untuk "jabatan penting" dalam angkatan darat.
Tak hanya di kalangan militer dan keamanan Israel, pengunduran diri juga terjadi di Kabinet Israel.
Pada 6 Juni 2024 lalu, Menteri Kabinet Perang Israel, Benny Gantz, dan pengamat Kabinet Perang, Gadi Eisenkot, mundur dari pemerintahan persatuan darurat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Gantz dan Eisenkot, keduanya anggota partai Persatuan Nasional, bergabung dengan pemerintahan Netanyahu setelah konflik Israel-Hamas meletus, yang mengarah pada pembentukan pemerintahan darurat.
Dari pemerintah darurat itu, terbentuklah Kabinet Perang.
Herzi Halevi Bakal Mundur setelah Gencatan Senjata Tercapai
Sebelumnya, Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Herzi Halevi, mengatakan akan segera mengundurkan diri dari jabatannya setelah gencatan senjata sementara di Gaza tercapai.
Hal ini disampaikan Halevi dalam diskusi tertutup, media Israel melaporkan pada Senin (19/8/2024), mengutip sebuah sumber.
Baca juga: Klaim Banyak Warga Israel Ingin Tinggalkan Negara, Eks PM Bennet: Semua karena Kebijakan Netanyahu
Sumber itu menambahkan pejabat militer lainnya juga diperkirakan mengundurkan diri bersama Halevi.
Halevi telah mengindikasikan, tujuan perang di Gaza yang belum tercapai "adalah pengembalian para tawanan dan pemusnahan Yahya Sinwar", menurut media Israel.
Media Israel melaporkan, selama pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Halevi menyatakan "ada syarat untuk kesepakatan tersebut (gencatan senjata) dan adalah hal yang bijaksana untuk melakukan negosiasi demi mencapai hasil terbaik."
Mengenai Koridor Philadelphi, jenderal tertinggi IDF itu mengatakan ia "tidak menyarankan agar kita (Israel) menjadikannya hambatan dalam mencegah memulangkan 30 tahanan Israel pada tahap pertama."
Halevi sebelumnya mengakui bertanggung jawab atas kegagalan IDF dalam mencegah Operasi Banjir Al-Aqsa oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
"Sebagai komandan IDF, saya bertanggung jawab atas fakta kegagalan kami dalam melindungi warga Israel pada 7 Oktober," ujarnya pada Mei 2024 lalu.
Saat itu, ia menambahkan, "Saya adalah komandan yang mengirim putra-putri Anda ke medan perang dan ke tempat-tempat di mana mereka diculik."
Halevi juga mengakui tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit.
Ia juga mengakui Israel membayar harga yang mahal dalam perang di Gaza.
Sebagai informasi, selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir telah berupaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata, serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun, upaya mediasi terhenti karena Netanyahu menolak memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
Israel terus melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan Israel tersebut telah mengakibatkan lebih dari 40.800 kematian warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 94.200 cedera, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade Gaza yang terus berlanjut telah mengakibatkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, sehingga sebagian besar wilayah hancur.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)