News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Pakar Militer: Terowongan Hamas Medan Perang yang Berbeda dari Perang Tradisional Mana Pun di Bumi

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petempur dari milisi perlawanan Palestina menggunakan terowongan sebagai bagian dari jaringan dan infrastruktur peperangan yang menurut pakar militer menjadi medan perang yang berbeda dari perang tradisional mana pun di muka bumi.

Pakar Militer: Terowongan Hamas Ciptakan Medan Perang yang Berbeda dari Perang Tradisional Manapun di Muka Bumi

TRIBUNNEWS.COM - Pakar militer dan ahli strategi dari Yordania, Nidal Abu Zaid memberikan analisisnya terkait situasi terkini pertempuran antara milisi Palestina dan tentara Israel (IDF) d Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Dilansir Khaberni, Sabtu (7/9/2024), Abu Zaid pertama-tama mengomentari apa yang diumumkan oleh Israel Broadcasting Corporation atau Lembaga Penyiaran Publik Israel, KAN, mengutip sumber militer IDF terkait penemuan enam jenazah sandera Israel di sebuah terowongan di Gaza baru-baru ini.

KAN melaporkan kalau tentara IDF akan mengubah sifat dan strategi pertempuran di terowongan untuk menghindari melukai para sandera Israel yang ada di tangan Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas.

Baca juga: Pakar Militer: Brigade Al Qassam Hamas Ciptakan Taktik Baru Pertama dalam Sejarah Perang Gerilya

Perubahan strategi tersebut, kata Abu Zaid, terkait pada pernyataan juru bicara Al Qassam Abu Ubaida baru-baru ini, kalau garis komando Hamas memberikan perintah kepada para petempur yang bertugas menjaga sandera Israel untuk "menangani" sandera mana pun jika tentara Israel mendekat.

"Milisi Perlawanan telah memaksa tentara pendudukan untuk melakukan perubahan dalam bentuk pertempuran, termasuk pertempuran di terowongan, seperti yang diumumkan oleh pendudukan pada Jumat malam. Ini (perubahan pendekatan tempur) diperkirakan akan menjebak pasukan pendudukan Israel di Gaza ke dalam perangkap terowongan," kata Abu Zaid.

Abu Zaid menjelaskan kalau milisi perlawanan Palestina di Gaza mampu menciptakan medan perang yang benar-benar berbeda dari medan perang tradisional mana pun di permukaan bumi.

Baca juga: Media Israel Sebut Pembanjiran Terowongan Sukses, Hamas: Dibangun Insinyur, Sudah Diperhitungkan

"Medan perang yang sepenuhnya berbeda ini dapat menyebabkan lebih banyak kelelahan dan gesekan terhadap pasukan pendudukan Israel," katanya.

Faktor-faktor ini akan berujung pada masalah baru pada IDF selain masalah yang hingga kini belum terpecahkan, bagaimana menaklukkan terowongan Hamas.

"Tantangan-tantangan yang belum teratasi itu terakumulasi baru-baru ini, seperti kerugian personel dan peralatan tempur, sebagai indikasi kekosongan tujuan perang dari pasukan pendudukan Israel. Hal ini mendorong Israel untuk mengumumkan perubahan bentuk pertempuran serta dalam (negosiasi) perjanjian gencatan senjata," kata Abu Zaid.

Sebagai informasi, merujuk keterangan dari pihak Amerika Serikat (AS), selaku satu di antara mediator gencatan senjata, Israel belakangan melunak dengan menyatakan bersedia menarik sejumlah pasukan mereka secara parsial dari Koridor Philadelphia yang selama ini ngotot digaungkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu untuk tetap berada di bawah kendali pasukan IDF.

Baca juga: Manual Book Taktik Pertempuran Hamas di Terowongan, Panduan Rinci yang Bikin Israel Kelabakan

Seorang petempur Hamas dalam jaringan terowongan yang menjadi infrastruktur utama milisi perlawanan menghadapi keunggulan pasukan Israel dalam perang Gaza. Setelah 11 bulan perang pecah, Israel belum juga berhasil mencapai target perang, satu di antaranya gegara faktor terowongan Hamas ini. (khaberni)

Instruksi Baru Hamas Bikin Israel dalam Dilema, Sandera Tewas Jika Pasukan Mendekat

Hamas mengatakan penjaga sandera di Gaza telah beroperasi berdasarkan instruksi baru yang membuat Israel serba salah.

Sayap bersenjata Hamas mengatakan pada Senin pekan ini kalau sejak Juni kelompok itu telah beroperasi berdasarkan instruksi baru tentang cara menangani sandera jika pasukan Israel mendekati lokasi mereka di Gaza.

Pengumuman itu muncul beberapa hari setelah militer Israel menemukan jasad enam sandera dari sebuah terowongan di kota Rafah, Gaza selatan, dengan mengatakan mereka telah ditembak mati oleh para penculiknya saat pasukan Israel mendekat.

Abu Ubaida, juru bicara Brigade Al-Qassam Hamas, tidak memberikan rincian tentang instruksi tersebut. Ia mengatakan kelompoknya menganggap Israel bertanggung jawab atas kematian para sandera.

Instruksi baru tersebut, kata Ubaida, diberikan kepada para penjaga sandera setelah operasi penyelamatan oleh Israel pada bulan Juni. Saat itu, pasukan Israel membebaskan empat sandera dalam sebuah penyerbuan yang menewaskan puluhan warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak.

"Kegigihan Netanyahu untuk membebaskan tahanan melalui tekanan militer, alih-alih menyegel kesepakatan, berarti mereka akan dikembalikan ke keluarga mereka dalam keadaan tertutup. Keluarga mereka harus memilih apakah mereka menginginkan mereka hidup atau mati," katanya.

Kemudian pada hari Senin, sayap bersenjata Hamas menerbitkan rekaman video salah satu dari enam sandera yang tewas. Tidak jelas kapan video itu dibuat.

Netanyahu mengatakan dalam konferensi pers pada hari Senin bahwa para sandera telah ditembak di bagian belakang kepala, dan berjanji bahwa Hamas akan membayar harga yang mahal.

Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan tuduhan Netanyahu terhadap Hamas merupakan upaya untuk melarikan diri tanggung jawab atas kematian mereka.

"Netanyahu membunuh enam tahanan dan dia bertekad membunuh sisanya. Israel harus memilih antara Netanyahu atau kesepakatan itu," kata Abu Zuhri.

Senada dengan itu, Ezzat El Rashq, anggota biro politik Hamas, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan kelompok tersebut pada hari Senin: "Para sandera perlawanan dapat segera kembali ke keluarga mereka, [pihak] yang menghambat kepulangan mereka dan bertanggung jawab atas nyawa mereka adalah Netanyahu."

Israel dan Hamas gagal mencapai kesepakatan yang akan mengakhiri perang dan membebaskan sandera Israel dan asing yang ditahan Hamas di Gaza sebagai imbalan atas banyak warga Palestina yang dipenjara oleh Israel.

Hamas menginginkan kesepakatan untuk mengakhiri perang dan mengeluarkan pasukan Israel dari Gaza sementara Netanyahu mengatakan perang hanya dapat berakhir setelah Hamas dikalahkan.

Baca juga: Pasukan Israel Mundur dari Jenin Seusai 10 Hari Penyerbuan Mematikan di Tepi Barat

Pasukan pendudukan Israel melakukan penghancuran infrastruktur jalan dan vandalisme serta perusakan properti warga Palestina di Tepi Barat. (khaberni)

Mundur dari Tepi Barat Karena Takut

Mengenai perkembangan di Tepi Barat, Abu Zaid menunjukkan kalau penarikan pasukan pendudukan Israel dari kamp Jenin setelah 10 hari pertempuran tanpa mencapai prestasi penting selain kehancuran infrastruktur kota Jenin, jelas menunjukkan tindakan keengganan pasukan pendudukan Israel untuk melanjutkan pertempuran yang ditakutinya.

"Konfrontasi yang ditakuti pasukan Israel yaitu pertempuran kubu, karena takut... Atas akumulasi kegagalan dan kerugian," kata Abu Zaid.

Pertempuran kubu yang dimaksud Zaid bisa diartikan kalau pasukan penyerang (IDF) akan berusaha masuk lebih dalam sementara pasukan yang bertahan (milisi Palestina) menerapkan garis dan perimeter pertahanan yang diperkuat. Situasi ini cenderung menghasilkan banyak korban dari pihak attacker.

Abu Zaid, juga menganalisis penamaan operasi di Tepi Barat bagian utara, yang dinamai IDF sebagai "Summer Camp Operation" alias “perkemahan musim panas,”.

"Penamaan ini menunjukkan bahwa pendudukan Israel ingin agar kamp tersebut segera dilaksanakan (dikuasasi) di Tepi Barat (pada musim panas mendatang), namun pihak milisi perlawanan 'menghapuskan' arti (maksud) dari nama operasi kamp tersebut," katanya.

Abu Zaid memperkirakan bahwa meskipun tentara pendudukan Israel mundur dari Jenin, pergerakan sektor Distrik Militer Pusat dan Divisi Yudea dan Samarra IDF, yang bertanggung jawab atas operasi Tepi Barat dari utara ke wilayah tengah dan pinggiran, menunjukkan adanya persiapan penyerbuan besar kedua.

"Tampaknya sedang dilakukan persiapan operasional menuju operasi tahap kedua dengan melancarkan operasi militer baru," kata dia.

Sedangkan untuk pusat Tepi Barat, menuju kamp Palestina terbesar di Tepi Barat, yaitu Kamp Balata, sebelah timur Nablus, atau menuju Kamp Jalazoun, sebelah utara Ramallah, tampaknya mata dan intelijen pendudukan masih mengkhawatirkan kota terbesar, paling berbahaya, dan paling terorganisir dalam struktur organisasi faksi perlawanan, yaitu Hebron, kata Abu Zaid.

(oln/khbrn/*)
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini