Sementara di Kalimantan Timur, tim gabungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar harus memadamkan tiga lokasi karhutla dalam satu hari, pada Jumat (13/09), dengan total luas area yang terbakar mencapai lima hektare.
Di Kalimantan Barat, BMKG melaporkan jumlah titik panas meroket dalam sehari, dari yang awalnya 150 titik pada Kamis (12/09) pukul 23.00 WIB, menjadi 827 titik pada Jumat (13/09) pukul 23.00 WIB. Masyarakat diminta waspada terhadap risiko karhutla.
BPBD Kalbar melaporkan sejak 1 Januari hingga 30 Agustus 2024, luas lahan yang terbakar di provinsi itu mencapai 13.057 hektare atau setara dengan 9.800 lebih lapangan sepak bola.
Cerita warga yang bertahun-tahun berdampingan dengan karhutla
Kalimantan Barat merupakan satu di antara tujuh provinsi yang sering disebut “rawan karhutla”. Pada Juli lalu, Kota Pontianak sempat diselimuti kabut asap.
Cantya Zamzabella (24), menilai penanganan karhutla dari dulu sampai sekarang tidak ada perubahan.
“Mau siapapun presidennya ya. Pernah satu momen tidak ada karhutla, itupun karena Covid-19, setelahnya terus berlanjut. Sosialisasi-sosialisasi yang terus digaungkan pemerintah terhadap karhutla juga tidak nampak hasilnya,” ujar Cantya kepada wartawan Aseanty Pahlevi yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (16/09).
Sekitar 15 tahun lalu, Cantya akrab dengan kabut asap karena dia sempat tinggal di kawasan yang berbatasan dengan lahan gambut di Pontianak dan sempat menyaksikan “orang-orang bergotong royong memadamkan api”.
Waktu keluarganya memutuskan untuk pindah rumah ke daerah lain di Pontianak yang tidak padat penduduk, karhutla tetap mengintai mereka.
Lahan-lahan kosong bergambut di dekat rumahnya terbakar, untuk kepentingan pembangunan perumahan. Setelah dewasa, dia baru terpikirkan kalau karhutla bisa merugikan masyarakat.
“Jarak pandang pendek, pesawat tidak bisa terbang. Rumah kotor, belum lagi yang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) juga bertambah banyak. Kasihan anak-anak kecil,” ungkapnya.
Apalagi jika asapnya sudah masuk ke dalam rumah, itu sangat mengganggu, kenang Cantya.
Sebagai masyarakat sipil, Cantya berharap pemerintah yang baru nanti bisa mencari jalan keluar yang lebih efektif untuk menangani karhutla.
“Bukan hanya memasang ‘plang-plang’ di konsesi perusahaan saja. Tindak tegas pelaku sehingga menimbulkan efek jera,” katanya mengucap harap.