Serangan itu diklaim oleh beberapa kelompok, namun kebanyakan mengarah kepada Hizbullah.
Pada 23 Oktober 1983, pengeboman beberapa gedung di Beirut, menewaskan lebih dari 300 pasukan penjaga perdamaian Prancis dan Amerika.
Pengeboman itu diklaim dilakukan oleh kelompok Jihad Islam, yang oleh banyak pihak diyakini sebagai kedok Hizbullah.
1985: Pertumbuhan Hizbullah
Pada 1985, kekuatan tempur Hizbullah semakin bertumbuh hingga mampu memaksa tentara Israel mundur ke Sungai Litani di Lebanon selatan.
Israel kemudian mendeklarasikan apa yang disebut sebagai "zona keamanan" di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel.
Yang menjaga zona itu adalah Tentara Lebanon Selatan (SLA) yang didominasi umat Kristen.
Baca juga: Perlawanan Irak Siap Rudal Pemukiman Israel, Janji Akan Balaskan Dendam Hizbullah
SLA, yang disebut sebagai proksi Israel, terus mendukung pendudukan di Lebanon selatan hingga penarikan Israel di tahun 2000.
1992: Hizbullah terjun ke dunia politik
Setelah perang saudara Lebanon berakhir, tepatnya tahun 1992, Hizbullah memasuki politik parlementer.
Kelompok itu memenangkan delapan kursi di majelis Lebanon yang beranggotakan 128 orang.
Jumlah kursi Hizbullah telah meningkat dan kelompok tersebut beserta sekutunya saat ini memiliki 62 kursi di parlemen.
Hizbullah juga menjalankan berbagai program sosial yang ekstensif di wilayah-wilayah di mana kehadirannya paling kuat, sehingga meningkatkan pengaruhnya.
1993: Perang Tujuh Hari
Di bulan Juli 1993, Israel menyerang Lebanon dalam operasi yang disebut "Operasi Akuntabilitas".
Operasi itu juga dikenal sebagai Perang Tujuh Hari di Lebanon.
Serangan itu terjadi setelah Hizbullah menanggapi serangan Israel terhadap kamp pengungsi dan desa di Lebanon dengan menyerang Israel utara.