TRIBUNNEWS.COM - Iran menuduh Israel melakukan "pembunuhan massal" setelah pager milik kelompok Hizbullah yang berpihak pada Teheran di Lebanon meledak.
Ledakan pager di Lebanon itu menewaskan sembilan orang dan melukai hampir 3.000 lainnya.
Pernyataan itu disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, Rabu (18/9/2024).
"Mengutuk tindakan teroris rezim Zionis sebagai contoh pembunuhan massal," katanya, dilansir Arab News.
Di antara mereka yang terluka dalam ledakan pager pada Selasa (17/9/2024), adalah duta besar Iran untuk Lebanon, Mojtaba Amani.
Media Iran melaporkan bahwa Mojtaba Amani menderita luka di tangan dan wajah.
Lalu, televisi pemerintah mengatakan bahwa Amani hanya terluka ringan.
Pager Buatan Eropa
Sementara itu, pager dalam serangan mematikan terhadap Hizbullah itu disebut buatan Eropa, seperti diberitakan The Guardian.
Perusahaan Taiwan, Gold Apollo, mengatakan sebuah perusahaan di Eropa membuat pager yang digunakan dalam serangan luar biasa di Lebanon yang menurut Hizbullah dilakukan oleh Israel.
Israel menanam bahan peledak di dalam 5.000 pager yang diimpor oleh Hizbullah beberapa bulan sebelum serangan terjadi di Lebanon pada Selasa (17/9/2024).
Baca juga: Tak Hanya Meledak di Lebanon, Pager Juga Meledak di Ibu Kota Suriah, 10 Orang Terluka
Operasi tersebut, yang oleh kelompok Lebanon dituduhkan dilakukan oleh badan mata-mata Israel yakni Mossad, menandai pelanggaran keamanan besar yang mengakibatkan ribuan pager meledak di Lebanon dan juga di Suriah.
Sebagai informasi, tidak ada komentar langsung dari Israel tentang gelombang ledakan yang menewaskan sembilan orang, termasuk putri berusia 10 tahun dari seorang anggota Hizbullah, dan melukai sekitar 2.800 lainnya.
Ledakan itu terjadi beberapa jam setelah Israel mengumumkan akan memperluas tujuan perang yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 untuk mencakup perang melawan sekutu kelompok itu, Hizbullah, di sepanjang perbatasan negara itu dengan Lebanon.
Pager yang meledak tersebut tampaknya diperoleh Hizbullah setelah pemimpin kelompok itu memerintahkan anggotanya pada bulan Februari untuk berhenti menggunakan ponsel, dengan peringatan bahwa mereka dapat dilacak oleh intelijen Israel.