TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah pihak mengecam aksi penggerebekan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Kantor Berita Al Jazeera pada Minggu (22/9/2024) kemarin.
Kemarin Minggu (22/9/2024) pagi, tentara Israel menyerbu kantor jaringan yang berpusat di Qatar dan memerintahkan penutupan selama 45 hari.
Penggerebekan itu, yang terekam dalam siaran langsung TV.
Terlihat Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bersenjata lengkap menyerahkan surat perintah pengadilan militer Israel kepada Kepala Biro Al Jazeera, Walid al-Omari.
Sejak perang di Gaza dimulai, empat wartawan Al Jazeera telah tewas ketika kantor jaringan tersebut di wilayah yang terkepung itu dibom.
Total, tercatat ada 173 wartawan telah tewas di Gaza sejak perang dimulai pada Oktober tahun lalu.
Kendati demikian, Israel mengklaim tidak menargetkan wartawan.
Berikut ini Tribunnews rangkum beberapa pihak yang geram dengan aksi penggerebeken Israel di Kantor Al Jazeera.
Kelompok Kebebasan Pers
Kelompok kebebasan pers dan aktivis hak asasi manusia (HAM) mengutuk tindakan militer Israel yang secara paksa menutup Kantor Al Jazeera di Ramallah, di Tepi Barat yang diduduki.
Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai serangan terhadap jurnalisme.
Kepala Biro Al Jazeera
Baca juga: IDF Bersenjata Lengkap Gerebek Kantor Al Jazeera, Perintahkan Tutup dalam 45 Hari
Kepala Biro Al Jazeera, Walid al-Omari mengatakan perintah pengadilan tersebut menuduh Al Jazeera melakukan "hasutan dan dukungan terhadap terorisme" dan bahwa tentara Israel menyita kamera biro tersebut sebelum pergi.
“Menarget jurnalis dengan cara ini bertujuan untuk menghapus kebenaran dan mencegah orang mendengar kebenaran,” katanya.
Selama penggerebekan itu, tentara Israel juga merobohkan poster jurnalis Palestina-Amerika yang dibunuh, Shireen Abu Akleh, yang dipajang di dinding kantor tersebut, kata al-Omari.
Penggerebekan kantor Ramallah terjadi lima bulan setelah Israel menutup operasi saluran berita tersebut di Yerusalem Timur yang diduduki dan mencabutnya dari penyedia kabel.