TRIBUNNEWS.COM - Serangan udara terbesar Israel di Lebanon telah menewaskan 356 warga pada Senin (23/9/2024).
Dalam serangan tersebut, Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan anak-anak ikut jadi korban.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menargetkan setidaknya 1.300 lokasi Hizbullah di seluruh penjuru Lebanon.
Pertempuran tersebut, yang disebut oleh Hizbullah sebagai “pertempuran perhitungan terbuka”, telah membakar Lebanon dari selatan hingga timur.
Dikutip dari Arab News, IDF mulai melancarkan serangkaian serangan udara besar-besaran dini hari.
Puluhan pesawat tempur secara serentak menargetkan rumah-rumah penduduk, alun-alun kota berpenduduk, lembah-lembah, dan hutan.
Militer Israel mengklaim bahwa Hizbullah “menggunakan rumah-rumah warga sipil dan fasilitas sipil pribadi sebagai tempat persembunyian untuk meluncurkan roket”.
Klaim Israel ini mungkin tak asing bagi dunia, karena pernyataan tersebut sama dengan skenario perang di Jalur Gaza.
Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari mengatakan bahwa “Hizbullah menyembunyikan rudal berpemandu di dalam rumah-rumah warga sipil”.
"Hizbullah menggunakan pesawat nirawak Iran untuk melawan Israel," kata seorang penasihat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengatakan bahwa Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, telah menjadikan rakyat Lebanon sebagai “sandera, menempatkan roket dan senjata di dalam rumah dan kota mereka untuk mengancam wilayah Israel”.
Baca juga: Serangan Udara Israel Gagal Menghabisi Komandan Senior Hizbulah, Rudal yang Dijatuhkan Tidak Meledak
Ia mengatakan warga Lebanon harus mengungsi dari “setiap rumah yang menjadi lokasi layanan organisasi Hizbullah untuk menghindari bahaya”.
Sementara itu, Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati marah besar dengan mengatakan agresi Israel terhadap negaranya merupakan genosida dalam segala arti.
"Kepada negara-negara pengambil keputusan untuk segera memberikan tekanan kepada Israel agar menghentikan agresinya, melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB 2735, dan menyelesaikan masalah Palestina berdasarkan adopsi solusi dua negara dan perdamaian yang adil dan komprehensif," kata Mikati.
"Kami menegaskan kembali komitmen penuh kami terhadap resolusi 1701 dan, sebagai pemerintah, kami berupaya menghentikan perang Israel yang baru sambil berusaha sebisa mungkin menghindari jatuh ke dalam ketidakpastian," lanjutnya.
Mikati berbicara saat tentara Israel melancarkan serangkaian serangan besar-besaran pada Senin pagi dari selatan ke timur Lebanon.
Militer bertekad untuk menyerang lokasi-lokasi jauh di Lembah Bekaa pada sore hari.
Di sisi lain, IDF mengumumkan bahwa nama operasi yang berlangsung di Lebanon adalah Operasi Northern Arrows.
Beberapa jam setelah operasi tersebut diberi nama, Israel melancarkan serangan tambahan jauh di dalam Lebanon.
Baca juga: Jadi Sasaran Serangan Israel, Komandan Hizbullah Disebut Masih Hidup, Sudah Pindah ke Tempat Aman
Dikutip dari Yedioth Ahronoth, dalam rapat Kabinet yang berlangsung selama empat jam pada hari Senin, menteri Israel memuji militer atas prestasinya, termasuk pembunuhan komandan tinggi Hizbullah Ibrahim Aqil Jumat lalu.
Meskipun belum ada keputusan yang diambil, beberapa pejabat mengindikasikan bahwa perang skala penuh masih dapat dihindari jika Hizbullah setuju untuk melakukan gencatan senjata.
"Ini hanya promosi. Kami punya puluhan ribu target lagi," kata seorang pejabat keamanan senior Israel.
"Jika Hizbullah terus maju, kami juga akan terus maju," tegasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)