TRIBUNNEWS.COM - Ribuan keluarga di Lebanon selatan mengemasi barang untuk mengungsi, Senin (23/9/2024).
Mereka memadati jalan raya menuju Beirut untuk melarikan diri dari pemboman paling mematikan oleh Israel sejak tahun 2006.
Sekitar 100.000 orang yang tinggal di dekat perbatasan telah mengungsi sejak Oktober 2023.
Kelompok militan Lebanon, Hizbullah, dan pasukan Israel mulai saling tembak hampir setiap hari di tengah perang di Gaza.
Seiring meningkatnya pertempuran, jumlah pengungsi diperkirakan akan meningkat.
Di Beirut dan sekitarnya, sekolah-sekolah dengan cepat dialihfungsikan untuk menerima para pengungsi baru.
Sementara itu, para relawan bergegas mengumpulkan air, obat-obatan, dan kasur.
Lalu, di kota pesisir Sidon, orang-orang yang mencari tempat berteduh berbondong-bondong ke sekolah-sekolah yang belum memiliki kasur untuk tidur.
Banyak dari mereka yang menunggu di trotoar di luar sekolah.
Warga bernama Ramzieh Dawi, tiba bersama suami dan putrinya setelah buru-buru pergi dari desa Yarine.
Ia hanya membawa beberapa barang penting saat serangan udara menggelegar di dekatnya.
Baca juga: Netanyahu: Warga Lebanon Harus Pergi dari Rumah Berisi Senjata Hizbullah sebelum Dibom Israel
“Hanya ini yang kubawa,” katanya sambil menunjuk tiga tas jinjing yang dibawanya, Senin, dikutip dari AP News.
Warga lain bernama Fatima Chehab, yang datang bersama ketiga putrinya dari daerah Nabatieh, mengatakan keluarganya telah mengungsi dua kali secara berurutan.
“Kami pertama kali melarikan diri untuk tinggal bersama saudara laki-laki saya di daerah terdekat, dan kemudian mereka mengebom tiga tempat di samping rumahnya,” katanya.