TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Australia mendesak seluruh warganya yang berada di Lebanon untuk segera meninggalkan wilayah itu, menyusul meningkatnya permusuhan antara Israel dan Hizbullah.
Desakan itu disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong lewat cuitan di media sosial X pada Senin (23/9/2024).
"Situasi keamanan di Lebanon dapat memburuk dengan cepat. Warga Australia di Lebanon harus segera meninggalkan negara itu selagi penerbangan komersial masih tersedia," tegas Penny Wong di X, mengutip Anadolu Agency.
“Permusuhan lebih lanjut membahayakan warga sipil, kami sangat khawatir tentang eskalasi itu” tambahnya.
Peringatan dirilis pasca Ketegangan antara Israel dan Hizbullah meningkat.
Terbaru, militer Israel mengklaim pihaknya telah menargetkan lebih dari 300 situs Hizbullah di Lebanon dalam gelombang serangan udara selama 24 jam terakhir.
“Sejauh ini lebih dari 300 situs Hizbullah telah menjadi sasaran sejak Senin pagi," kata Militer Israel dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Barrons.
Militer Israel mengungkap, lebih dari 150 serangan udara diluncurkan dalam waktu sejam antara pukul 06.30 hingga 07.30 waktu setempat.
Kemudian serangan susulan kembali digelar dengan menargetkan kelompok militan Hizbullah yang berada di Lebanon.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan sedikitnya 50 orang tewas dan lebih dari 300 orang terluka akibat gelombang serangan Israel di wilayah selatan negara itu.
Anak-anak, wanita, dan petugas kesehatan termasuk di antara korban, kata kementerian tersebut.
Baca juga: Lebanon Tutup Semua Sekolah Usai Israel Lakukan Serangan Brutal di 300 Markas Hizbullah
Menyusul rentetan serangan brutal, Israel juga mengultimatum warga sipil di Lebanon selatan untuk segera menjauh dari posisi Hizbullah saat militer Israel meningkatkan serangan.
Tak hanya warga sipil, staf Kementerian Informasi Lebanon dan beberapa gedung di Beirut juga menerima panggilan telepon berisi rekaman suara berisikan perintah mengosongkan gedung guna menghindari serangan.
Adapun peringatan tersebut adalah yang pertama kali dikeluarkan oleh IDF di Lebanon, setelah konflik pecah pasca Hizbullah menyatakan dukungan untuk Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.