TRIBUNNEWS.COM - Israel mengancam kelompok Houthi Yaman setelah Israel menyelesaikan serangan terhadap Hizbullah di Lebanon.
Otoritas Penyiaran Israel melaporkan pasukan Israel sepenuhnya siap menghadapi segala kemungkinan dengan Iran, dan menekankan hari ketika Houthi mendapatkan balasan akan tiba.
"Masa Houthi akan tiba, tetapi fokusnya sekarang adalah melanjutkan serangan terhadap Hizbullah," seperti diberitakan Otoritas Penyiaran Israel, mengutip konfirmasi dari tentara Israel, Minggu (29/9/2024).
Sementara itu, pemimpin Houthi, Abdul-Malik al-Houthi, menekankan membunuh para pemimpin perlawanan tidak akan membawa stabilitas di Israel.
"Harapan Israel pupus setelah mereka menargetkan kepala biro politik Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Ismail Haniyeh," kata Abdul-Malik al-Houthi.
Houthi juga mengatakan Israel akan kecewa setelah mereka membunuh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hizbullah, Hassan Nasrallah, melalui serangan udara di Dahiya, pinggiran Kota Beirut, Lebanon pada Jumat (27/9/2024).
“Musuh Zionis tidak akan mencapai keamanan dan stabilitasnya dengan membunuh para pemimpin perlawanan,” tambahnya.
“Kami tidak akan mengecewakan dua bangsa tercinta dan sesama Mujahidin di Lebanon dan Palestina," lanjutnya.
Pada Sabtu (28/9/2024), tentara Israel mengatakan mereka mencegat rudal permukaan-ke-permukaan yang diluncurkan dari Yaman di luar perbatasan Israel, setelah mengaktifkan sirene di wilayah tengah negaranya.
"Sirene berbunyi di Tel Aviv setelah sebuah rudal diluncurkan dari Yaman menuju pusat negara," kata tentara Israel, seperti diberitakan Al Jazeera.
Sementara itu, juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, mengatakan kelompoknya akan melakukan lebih banyak operasi terhadap Israel.
Baca juga: Israel Ungkap Cara Temukan Lokasi Nasrallah, Pilot IDF Awalnya Tak Tahu Akan Bunuh Bos Hizbullah
"Kami akan melakukan lebih banyak operasi militer melawan musuh Israel dalam kemenangan atas darah saudara-saudara kami di Palestina dan darah saudara-saudara kami di Lebanon," kata Yahya Saree.
"Kami tidak akan menghentikan operasi dukungan militer selama beberapa hari mendatang sampai agresi Israel terhadap Gaza dan Lebanon berhenti," tambahnya.
Sejak 19 November 2023, Houthi mendukung perlawanan Palestina, Hamas, dengan menargetkan kapal-kapal terkait Israel di Laut Merah untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya di Jalur Gaza.
Pada Juli lalu, Houthi meluncurkan serangan udara pertama yang mencapai Tel Aviv dan membunuh satu orang, disusul peluncuran rudal hipersonik Houthi pada pertengahan September ke Kfar Daniel, sebuah kota dekat Tel Aviv.
Houthi tidak akan menghentikan serangannya terhadap Israel sampai Hamas dan Israel mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza hingga pemulihan hak kemanusiaan untuk warga Palestina.
Sementara itu sekutu Israel, AS bersama Inggris membentuk koalisi Laut Merah untuk menyerang wilayah yang dikuasai Houthi di Yaman dan menekan Houthi agar berhenti menyerang kapal-kapal terkait Israel di kawasan itu.
Serangan Houthi terhadap Israel menyusul langkah Hizbullah di Lebanon yang bergabung dengan perlawanan Palestina, Hamas, sejak 8 Oktober 2023 dengan menyerang perbatasan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 41.586 jiwa dan 96.210 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Sabtu (28/9/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Jazeera.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel mengeklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel