News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR dan wacana gelar pahlawan nasional, penyintas HAM berat: ‘Itu sebuah penghinaan. Dia bukan pahlawan tapi penjahat’

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR dan wacana gelar pahlawan nasional, penyintas HAM berat: ‘Itu sebuah penghinaan. Dia bukan pahlawan tapi penjahat’

“Saya takut sekali Peristiwa 65 dan pelanggaran HAM berat lainnya akan terulang lagi. Dan sedihnya, para pelaku tidak dihukum dan menjadi tidak apa-apa melakukan itu. Siapapun yang punya kuasa nanti akan punya jalan untuk bertindak seenaknya dan semena-mena. Tragis sekali,” ujar Pipit.

Pipit aktif mendampingi para perempuan penyintas tragedi 1965 di Yogyakarta. Nama organisasinya adalah Kiprah Perempuan (Kipper).

Menurut Pipit, yang seharusnya dilakukan negara adalah menghakimi seluruh pelaku kejahatan, mengambil semua harta kejahatan Soeharto dan keluarganya, serta kroni-kroninya untuk diberikan kepada masyarakat.

Korban Peristiwa 98: Mengkhianati reformasi

Sumarsih adalah ibu dari Wawan, mahasiswa yang tewas dalam Tragedi Semanggi I pada November 1998, peristiwa itu ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

Sumarsih bercerita, anaknya melakukan demonstrasi untuk menjatuhkan Soeharto dan mengawal agenda reformasi.

Sumarsih terus berjuang mencari keadilan untuk anaknya dan korban lain dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara. Keadilan tak kunjung didapat, sebaliknya upaya memulihkan nama Soeharto semakin gencar, ujarnya.

“Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto harus ditolak. Kroni-kroni Soeharto selalu mencari celah agar Soeharto diberi gelar pahlawan nasional. Upaya sekarang ini bukan yang pertama kali,” katanya.

“Bila demi persatuan bangsa, seharusnya persatuan dibangun dengan kejujuran bukan dengan pembohongan publik."

Wahyu Susilo, adik kandung Wiji Thukul—aktivis dan penyair yang dihilangkan secara paksa pada 1998—menyebut langkah MPR adalah bentuk pengkhianatan atas reformasi.

“Mengkhianati perjuangan-perjuangan mahasiswa dan rakyat yang berhasil mengakhiri kekuasaan yang otoritarianisme dan ini mungkin akan menjadi lembaran baru pemerintahan Prabowo yang memang mungkin menginginkan impunitas bagi pelanggaran pelanggar HAM khususnya Soeharto,” kata Wahyu.

Senada, Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Zaenal Muttaqin mengatakan langkah MPR itu sebagai upaya untuk menghapus berbagai pelanggaran dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Soeharto selama berkuasa.

“Wacana pemberian gelar pahlawan sangat mengecewakan komunitas korban pelanggaran HAM berat dari berbagai kasus dari 1965 hingga 1998 karena tidak pernah ada proses hukum yang dilakukan. Apalagi para korban dan keluarganya menderita begitu lama akibat stigma dan diskriminasi yang dialami selama puluhan tahun,” ujarnya.

Menurut Zaenal, Soeharto melakukan setidaknya 14 kasus pelanggaran HAM berat dari 1965 hingga 1998, merujuk pada hasil penyelidikan Komnas HAM.

Penghapusan nama Soeharto hingga usulan gelar pahlawan

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini