TRIBUNNEWS.COM - Iran disebut sedang mengatur pembicaraan antara pemerintah Rusia dan pemberontak Houthi di Yaman.
Perundingan terkait pertimbangan Rusia untuk mengirim rudal anti-kapal mendukung Houthi.
“Tujuh sumber mengatakan bahwa Rusia belum memutuskan untuk mentransfer rudal Yakhont – yang juga dikenal sebagai P-800 Oniks – yang menurut para ahli akan memungkinkan kelompok militan tersebut untuk menyerang kapal-kapal komersial di Laut Merah dengan lebih akurat dan meningkatkan ancaman terhadap kapal-kapal perang AS dan Eropa yang melindungi mereka,” lapor Reuters, seperti dikutip dari AllIsraelNews.
Pejabat Houthi dan Rusia dilaporkan bertemu setidaknya dua kali di Teheran tahun ini, dan Iran bermaksud untuk mengatur pembicaraan lebih lanjut dalam waktu dekat.
Houthi, yang telah lama menerima dukungan dari pemerintah Iran, telah melakukan banyak serangan terhadap kapal-kapal Amerika dan Israel.
Sejak 7 Oktober, pemberontak Houthi juga telah melancarkan beberapa serangan langsung ke Israel.
Awal bulan ini, Houthi menembakkan rudal balistik hipersonik ke Israel tengah.
Pada bulan Juli, pesawat tak berawak Houthi menewaskan seorang pria dan melukai beberapa lainnya di Tel Aviv.
Houthi adalah organisasi Syiah Islam yang ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan negara-negara lain.
Kelompok teror tersebut saat ini menguasai sekitar 25 persen wilayah Yaman.
Slogan kelompok teror tersebut adalah “Allah Maha Besar, Matilah Amerika, Matilah Israel, Kutukan Atas Yahudi, Kemenangan bagi Islam.”
Baca juga: Rilis Foto Sosok Misterius Hamas di Belakang Kepala IDF saat Rumor Yahya Sinwar Menghilang
Pada bulan Juli, The Wall Street Journal, mengutip “badan intelijen AS,” melaporkan bahwa Rusia sedang mempertimbangkan untuk mempersenjatai kelompok teroris Yaman, namun, laporan tersebut tidak menyatakan bahwa pembicaraan tersebut difasilitasi oleh rezim Iran.
AS Was-was
Amerika Serikat (AS) khawatir Rusia mungkin memasok rudal ke Houthi di Yaman, kata seorang pejabat Amerika, sebuah langkah yang dapat memicu kerusuhan Timur Tengah lebih lanjut dengan memperkuat salah satu kelompok militan yang memerangi Israel.
"Ini adalah sesuatu yang membuat kami khawatir," kata Utusan Khusus AS untuk Yaman Tim Lenderking dalam wawancara telepon, dikabarkan BNNBloomberg.