Organisasi hak asasi manusia, Elsam, menilai rentetan kasus pembubaran diskusi atau protes akhir-akhir ini memiliki pola yang sama: diinisiasi oleh kelompok pro-kekerasan dan berakhir dengan penggunaan kekerasan terhadap kelompok yang menjadi sasaran aksi.
Perluasan praktik semacam ini, menurut Elsam, menunjukkan semakin besarnya risiko ancaman terhadap warga dan kegagalan negara untuk memenuhi dan melindungi hak asasi tiap-tiap orang.
Dalam kasus pembubaran diskusi Forum Tanah Air di salah satu hotel di Kemang, Jakarta Selatan, polisi telah menetapkan dua orang tersangka berinisial FEK dan GW. Keduanya dikenakan pasal berlapis terkait pengeroyokan, pengerusakan, dan penganiayaan.
Adapun terkait siapa penggerak pembubaran diskusi, polisi mengeklaim masih menginvestigasinya.
"Polda Metro Jaya akan mendalami motif dan para penggerak kelompok ini. Kami akan lakukan skrining dan profiling pendalaman terhadap para pelaku yang sudah diamankan. Siapa yang menggerakkan mereka," ujar Wakapolda Metro Jaya, Djati Wiyoto Abadhy.
Namun demikian pakar hukum tata negara, Refly Harun—yang hadir dalam diskusi itu—mendesak kepolisian tidak hanya menjerat para pelaku dengan pasal-pasal ringan, tapi juga yang terkait dengan tindak pidana lebih berat.
Bagaimana kronologi pembubaran diskusi versi Refly Harun?
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, diundang sebagai pembicara dalam diskusi bertajuk "Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional" yang diinisiasi Forum Tanah Air.
Diskusi yang digelar di salah satu hotel di Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/09) itu dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di mancanegara dengan sejumlah tokoh dan aktivis dalam negeri mengenai masalah-masalah kebangsaan serta kenegaraan.
Selain Relfy Harun, ada puluhan orang yang hadir seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, mantan sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu, dan beberapa pensiunan jenderal TNI.
Diskusi tersebut, kata dia, bermaksud menyoroti pemerintahan Jokowi dan bagaimana prediksi pemerintahan Prabowo Subianto.
"Jadi ini diskusi yang wajar saja, tidak aneh-aneh. Kecuali kami merancang kejahatan untuk memberontak pada negara. Ini kami menyalurkan hak konstitusional dengan cara berpikir dan mengeluarkan opini," ujar Refly Harun kepada BBC News Indonesia.
Sekitar pukul 09:00 WIB, Refly mengaku sudah melihat kelompok massa yang menggelar unjuk rasa di depan hotel. Namun saat itu dia tidak mengetahui apa yang mereka protes.
"Saya mengira mereka buruh," sebutnya.