TRIBUNNEWS.COM - Pentagon mengumumkan akan mengirim "beberapa ribu" personel AS ke Timur Tengah, hanya sehari setelah Presiden Joe Biden berjanji tidak akan mengirim pasukan tempur ke wilayah tersebut.
Dilansir Associated Press, dalam jumpa pers pada Senin (30/9/2024), juru bicara Pentagon, Sabrina Singh mengatakan, pasukan tersebut dikerahkan untuk meningkatkan keamanan dan membela Israel, jika diperlukan.
Sebelumnya pada Minggu, Biden dengan tegas menjawab "tidak" ketika ditanya wartawan apakah ia berencana untuk mengerahkan pasukan tempur tambahan ke Timur Tengah.
Awalnya Dimaksudkan untuk Rotasi
Selain personel, Pentagon akan menempatkan beberapa skuadron pesawat tempur, melengkapi F-15, F-16, A-10, dan F-22 yang sudah ditempatkan di kawasan tersebut sebelumnya.
Mengutip Fox News, pesawat-pesawat tempur itu awalnya akan dirotasi dan menggantikan skuadron-skuadron yang sudah ditempatkan di sana sebelumnya.
Namun, baik skuadron yang ada saat ini maupun yang baru akan tetap berada di sana, mengingat meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut dan kekhawatiran bahwa Iran mungkin akan menanggapi pembunuhan pemimpin Hizbullah oleh Israel minggu lalu di Lebanon.
Sabrina Singh mengatakan Menteri Pertahanan Lloyd Austin telah meningkatkan kesiapan pasukan AS untuk dikerahkan dan menanggapi berbagai kemungkinan.
"DOD (Departemen Pertahanan) mempertahankan kemampuan pertahanan udara yang kuat dan terpadu di seluruh Timur Tengah, memastikan perlindungan pasukan AS yang beroperasi di wilayah tersebut," ujarnya.
Sementara itu, beberapa ribu personel tambahan tersebut bukanlah pasukan tempur, melainkan kru pemeliharaan.
Mereka akan membantu misi pertahanan udara dan pengisian bahan bakar.
Pasukan tambahan tersebut akan meningkatkan jumlah total personel AS di wilayah tersebut hingga mencapai 43.000.
Baca juga: Serangan Israel Targetkan Sekutunya, Iran Tegaskan Tak Akan Kerahkan Pasukan ke Lebanon atau Gaza
Austin mengumumkan pada hari Minggu akan memperpanjang sementara gugus tugas kapal induk USS Abraham Lincoln dan sayap udaranya di wilayah tersebut.
Seorang pejabat AS mengatakan perpanjangan tersebut akan berlangsung selama sekitar satu bulan.