Hizbullah Pukul Mundur Pasukan Israel yang 'Menyusup' ke UNIFIL, Gencatan Senjata Tergantung Gaza
TRIBUNNNEWS.COM - Kelompok Hizbullah Lebanon, Selasa (8/10/2024) menyatakan memukul mundur pasukan Israel yang 'menyusup' ke Lebanon di dekat pos penjaga perdamaian PBB (United Nations Interim Force in Lebanon/UNIFIL).
Dalam pernyataannya tersebut, Hizbullah mengatakan kalau mereka menyerang enam posisi militer Israel di permukiman Israel utara menggunakan roket dan drone.
Baca juga: Media Iran Sesumbar Teheran Bisa Bikin Tel Aviv dan Haifa Israel Rata Tanah dalam 10 Menit
Kelompok itu mengatakan dalam serangkaian pernyataan kalau para milisi petempurnya menargetkan enam titik pertemuan militer Israel di Yiftah, Avivim, Biranit Orchards, Maroun El Ras, dan Metula menggunakan roket.
"Hizbullah dilaporkan menyerang pasukan Israel menggunakan “pawai drone kamikaze” untuk menyerang posisi militer Israel di pemukiman Ya’ara.
Sebelumnya Selasa, Hizbullah mengatakan pihaknya mengamati pasukan Israel yang menyusup dari belakang posisi UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) di kota Labbouneh di sektor barat Lebanon selatan.
Kelompok itu menambahkan bahwa mereka terlibat dengan pasukan yang maju “menggunakan senjata yang tepat, menimbulkan korban yang dikonfirmasi dari korban tewas dan terluka, yang memaksa musuh untuk mundur di belakang pagar perbatasan dari tempat mereka disusupi.”
Ini adalah pertama kalinya Hizbullah melaporkan upaya serangan darat oleh tentara Israel dengan menyusup dari sektor Barat.
Baca juga: Update Perang Hizbullah-Israel: 100 Rudal ke Haifa-Kiryat Shmona, IDF Gelar Serangan Laut ke Lebanon
Pasukan Israel Bertameng UNIFIL
Menurut kelompok yang didukung oleh Iran itu, para pejuang Hizbullah menembaki “pasukan Israel yang menyusup dari belakang posisi pasukan internasional di Labboune,” sebuah desa perbatasan yang dekat dengan pantai.
Mengutip VoA, Hizbullah mengklaim telah “memaksa pasukan musuh yang menyusup untuk mundur ke belakang garis perbatasan.”
Sebelumnya pada hari Selasa, juru bicara militer Israel Nadav Shoshani mengatakan kepada wartawan kalau pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak UNIFIL.
“Kami sedang melakukan pembicaraan dan kontak dengan UNIFIL untuk memastikan mereka tidak berada di garis tembak antara Hizbullah dan kami.”
Pada Senin (7/10), Hizbullah telah memerintahkan para milisi petemurnya untuk tidak menyerang pasukan Israel yang baru-baru ini bergerak di belakang posisi penjaga perdamaian PBB di dekat desa perbatasan Maroun al-Ras.
Pada Minggu (6/10), UNIFIL memperingatkan bahwa operasi Israel di dekat posisi Maroun al-Ras “sangat berbahaya” dan membahayakan keselamatan mereka.
Sehari sebelumnya, pasukan itu mengatakan bahwa pasukan penjaga perdamaian tetap berada di posisi mereka meski sudah ada permintaan dari Israel untuk “pindah”.
Baca juga: Pasukan Israel Serbu Lebanon Selatan, Bagaimana Nasib WNI dan Ribuan Prajurit TNI di UNIFIL?
Hizbullah mengatakan telah bertempur melawan pasukan Israel di sejumlah wilayah perbatasan, termasuk daerah Maroun al-Ras, dan bahwa mereka telah menggagalkan upaya penyusupan di sana.
Israel telah melakukan serangan udara besar-besaran di seluruh Lebanon terhadap apa yang diklaimnya sebagai target Hizbullah sejak 23 September 2024, menewaskan lebih dari 1.250 orang, melukai 3.618, dan menggusur lebih dari 1,2 juta.
Bombardemen udara itu adalah eskalasi dalam perang lintas batas selama setahun antara Israel dan Hizbullah sejak dimulainya serangan brutal Tel Aviv di Jalur Gaza yang telah menewaskan hampir 42.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, sejak serangan Hamas tahun lalu.
Setidaknya 2.119 orang telah tewas dan 10.019 lainnya terluka dalam serangan Israel di Lebanon, menurut pihak berwenang Lebanon.
Meskipun ada peringatan internasional bahwa wilayah Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan tanpa henti Israel di Gaza dan Lebanon, Tel Aviv memperluas konflik dengan meluncurkan invasi darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.
Gaza Bukan Lagi Syarat Utama Gencatan Senjata, Hizbullah Ingkar Janji?
Terkait perang di perbatasan Lebanon, para pejabat Hizbullah tidak lagi menuntut gencatan senjata di Gaza sebagai syarat untuk mencapai gencatan senjata di Lebanon.
Padahal sebelumnya Hizbullah terus mendengungkan janji untuk terus bertarung sampai Israel menghentikan serangannya terhadap sekutu Hizbullah yang didukung Iran Hamas.
Sejak Hizbullah mulai meluncurkan rudal melintasi perbatasan Lebanon sehari setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, para pejabat Hizbullah secara konsisten mengatakan mereka tidak akan berhenti sampai Israel mengakhiri perang di Gaza.
Tetapi Naim Qassem, wakil pemimpin Hizbullah, memutus janji itu dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Selasa.
Ironisnya, pernyataan itu disampaikan bahkan ketika ia berjanji untuk terus berdiri dengan Hamas dan Palestina dalam pertempuran mereka dengan Israel.
Qassem, saat ini merupakan pejabat tinggi Hizbullah setelah kepala Sayyed Hassan Nasrallah tewas dalam serangan Israel.
Pada pidatonya, dia mengatakan kalau dia mendukung upaya oleh ketua parlemen Lebanon Nabih Berri, sekutu Hizbullah, untuk mengamankan terjadinya gencatan senjata dengan Israel – tanpa menetapkan prasyarat.
“Kami mendukung kegiatan politik yang dipimpin oleh Berri di bawah judul gencatan senjata,” kata Qassem.
“Jika musuh (Israel) melanjutkan perangnya, maka medan perang akan memutuskan.”
Dua hari sebelumnya, dua pejabat Hizbullah berpangkat lebih rendah dari Qassem juga berbicara tentang gencatan senjata Lebanon tanpa membuat kaitan dengan Gaza.
Hizbullah tidak secara eksplisit mengatakan pihaknya mengubah posisinya.
Kelompok itu tidak berkomentar untuk kabar ini.
Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa kelompoknya masih “yakin dalam sikap Hizbullah yang menghubungkan perjanjian apa pun yang menghentikan perang di Gaza,” mengutip pernyataan Hizbullah sebelumnya.
Namun, seorang pejabat pemerintah Lebanon yang menolak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters kalau Hizbullah telah mengubah posisinya karena sejumlah tekanan, termasuk eksodus orang-orang dari daerah pemilihan utama di mana pendukung kelompok Syiah Muslim tinggal di Lebanon selatan dan pinggiran selatan Beirut.
Pejabat itu mengatakan indikasi perubahan sikap itu juga didorong oleh invasi militer darat Israel yang semakin intensif dan keberatan terhadap sikap Hizbullah dari beberapa aktor politik Lebanon.
Anggota parlemen utama dari sekte lain dalam politik 'tambal sulam' Lebanon dalam beberapa hari terakhir menyerukan resolusi untuk mengakhiri pertempuran yang tidak menghubungkan masa depan Lebanon – sebuah negara yang sudah lumpuh oleh krisis ekonomi sebelum konflik terbaru – dengan perang Gaza.
“Kami tidak akan mengikat nasib kami dengan nasib Gaza,” kata tokoh veteran Lebanon Druze Walid Jumblatt pada hari Senin.
Politisi Kristen Lebanon Suleiman Frangieh, sekutu dekat Hizbullah, mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa “prioritas” itu merupakan penghentian serangan Israel “dan bahwa kita keluar bersatu dari serangan ini dan bahwa Lebanon menang.”
Sebelum komentar ini, ada indikasi dari dua pejabat lain bahwa Hizbullah bisa mengubah pendiriannya.
Salah satunya, pejabat Hizbullah Mahmoud Qmati, mengatakan kepada televisi pemerintah Irak pada hari Minggu bahwa kelompok itu akan “siap untuk mulai memeriksa solusi politik setelah menghentikan agresi di Lebanon”, lagi tanpa menyebutkan Gaza.
"Para diplomat yang juga mencatat pergeseran itu mengatakan langkah Hizbullah ini kemungkinan telah terlambat untuk menghasilkan momentum diplomatik (agar Israel tak menyerang lebih keras)," tulis laporan Anews.
Israel mengintensifkan serangannya dengan mengirim pasukan darat melintasi lebih banyak bagian perbatasan Lebanon-Israel pada hari Selasa dan melanjutkan serangan udara di Beirut dan di tempat lain.
“Logika berpikir Israel saat ini sekarang adalah (cara) militer daripada diplomatik," kata seorang diplomat yang bekerja di Lebanon.
Seorang diplomat senior Barat mengatakan tidak ada tanda-tanda gencatan senjata yang tampak.
"Perubahan sikap dan posisi yang diungkapkan oleh para pejabat Lebanon dari sebelumnya fokus pada gencatan senjata Gaza, berubah ketika bom mulai jatuh di Beirut," kata diplomat itu.
Mohanad Hage Ali, seorang ahli di Carnegie Middle East Center, mengatakan Israel berada di atas angin dengan meningkatkan tekanan pada Hizbullah secara militer.
"Hizbullah sedang bermain politik. Tapi itu tidak cukup untuk Israel. Itu tidak bekerja seperti itu,” katanya.
(oln/voa/ruetrs/anews/*)