TRIBUNNEWS.COM – Sembilan anggota pasukan khusus Ukraina dilaporkan menyerah di Kursk, Rusia, akibat kelelahan dan kurangnya rotasi pasukan.
Komandan Pasukan Khusus Akhmat dari Republik Chechen, Mayor Jenderal Apty Alaudinov, mengeklaim bahwa pasukan elite tersebut menyerahkan diri secara sukarela.
Penyerahan Pasukan
Alaudinov menyatakan bahwa pasukan yang menyerah itu sebelumnya diklaim oleh Ukraina sebagai korban serangan drone Rusia.
Menurutnya, mereka kini menjadi tahanan pasukan Akhmat.
"Ukraina perlu membuat berita palsu untuk mencegah militernya menyerah secara terbuka," kata Alaudinov dalam wawancara dengan jurnalis Vladimir Soloviov, yang dikutip dari Russia Today pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Kelelahan dan Desersi
Kondisi pasukan Ukraina yang semakin terdesak di Kursk membuat mereka mengalami kelelahan dan putus asa.
Media Barat melaporkan bahwa sebagian tentara memilih untuk desersi.
"Meskipun ada upaya untuk tetap bertahan, banyak yang akhirnya memutuskan untuk menyerah demi keselamatan mereka," tambah Alaudinov.
Situasi di Kursk
Militer Rusia terus mengepung pasukan Ukraina di Kursk, menyulitkan mereka untuk melakukan rotasi dan menyediakan logistik.
Kementerian Pertahanan Rusia mengeklaim bahwa Ukraina telah kehilangan lebih dari 23.000 tentara sejak awal serangan.
Sementara itu, Lembaga Studi Perang AS (ISW) melaporkan bahwa pertempuran masih berlangsung, meskipun klaim Rusia belum dapat diverifikasi.
Pertempuran Sengit Berlanjut
Kursk kini menjadi salah satu wilayah dengan pertempuran paling sengit dalam konflik Rusia-Ukraina.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengonfirmasi bahwa Moskow berupaya memukul mundur posisi Ukraina, namun Kyiv tetap bertahan.
Di antara pemukiman yang masih di bawah kendali Ukraina adalah Sudzha, yang merupakan pusat transit gas utama antara Rusia dan Eropa.
Dengan situasi yang semakin kritis, nasib pasukan Ukraina di Kursk menjadi sorotan utama dalam konflik yang berkepanjangan ini.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).