TRIBUNNEWS.COM - Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengecam keras keputusan Israel untuk menghentikan operasi mereka pada Senin (28/10/2024).
Komisaris Jenderal Philippe Lazzarini mengatakan bahwa pengesahan Undang-undang ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun dengan adanya keputusan ini, Lazzarini menganggap bahwa Israel melanggar Piagam PBB dan hukum Internasional.
"Pemungutan suara oleh Parlemen Israel (Knesset) terhadap UNRWA malam ini belum pernah terjadi sebelumnya dan menjadi preseden yang berbahaya. Pemungutan suara ini menentang Piagam PBB dan melanggar kewajiban Negara Israel berdasarkan hukum internasional," tulis Komisaris Jenderal Philippe Lazzarini pada X, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Tidak hanya itu, Lazzarini mengatakan bahwa Israel terus menuduh UNRWA.
"Keputusan Israel merupakan bagian dari kampanye berkelanjutan untuk mendiskreditkan UNRWA dan mendelegitimasi perannya dalam menyediakan bantuan dan layanan pembangunan manusia bagi para pengungsi Palestina," tegasnya.
Menurut Lazzarini, keputusan ini akan memperdalam penderitaan warga Gaza.
"Undang-undang tersebut akan semakin menghancurkan warga Palestina, yang telah menghadapi lebih dari setahun penderitaan," tambahnya.
Dengan adanya undang-undang ini, Lazzarini khawatir ini akan mengancam pendidikan dan masa depan lebih dari 650.000 anak Palestina di Gaza.
"Larangan tersebut akan menghilangkan hak pendidikan bagi lebih dari 650.000 anak Palestina di Gaza, yang mengancam satu generasi," katanya.
Meski begitu, UNRWA memperingatkan Israel bahwa keputusan ini tidak akan mencabut status pengungsi Palestina.
“Mengakhiri UNRWA dan layanannya tidak akan mencabut status pengungsi Palestina,” kata Lazzarini.
Baca juga: Israel Setujui RUU Larangan UNRWA, Akses Bantuan untuk Palestina di Ujung Tanduk
Israel Loloskan Undang-undang Larangan UNRWA
Parlemen Israel meloloskan rancangan undang-undang kontroversial untuk melarang Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) beroperasi di wilayah negara Palestina yang diduduki.
Dalam pemungutan suara di Knesset, terdapat 92 dari 120 anggota mendukung keputusan tersebut.