Trump adalah Presiden Amerika yang memutuskan menarik pasukan dari Afghanistan dan Somalia. Ia adalah Presiden Amerika pertama yang tidak membuka front konflik di luar negeri semasa berkuasa.
Trump pula Presiden pertama Amerika yang bertemu dan berpelukan dengan Kim Jong-un, dan bahkan memasuki area terlarang yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan.
Tapi di tangan Donald Trump juga, CIA dan Pentagon menewaskan Kepala Brigade Al Quds Iran, Jenderal Qassem Soleimani, lewat serangan drone di Bandara Internasional Baghdad Irak.
Trump menarik Amerika dari Kesepakatan Bersama Nuklir Iran. Ia meninggalkan Kesepakatan Paris tentang Perbahan Iklim.
Di masa Trump pula, Amerika secara sepihak keluar dari Traktat Intermediate-Range Nuclear Forces atau INF dengan Rusia.
Sekarang dengan perbandingan seperti ini, ke mana mereka membawa Amerika jika memenangi Pilpres 2024?
Kita saat ini menyaksikan, krisis keamanan di Timur Tengah telah meningkat dengan eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
BRICS Jadi Alternatif
Sementara dunia kini juga menyaksikan gerak perubahan tatanan global menyusul kehadiran BRICS dan keberhasilan KTT BRICS Kazan Rusia sepekan lalu.
China dan Rusia tampil sebagai penopang utama, disokong India, Brazil, dan Afrika Selatan. Mesir, Iran, Uni Emirat Arab, dan Ethiopia, muncul sebagai anggota baru.
Belasan negara dunia timur dan selatan menyatakan diri sebagai negara mitra, termasuk Indonesia sebagai kekuatan baru ekonomi global yang tak boleh diremehkan.
Dengan kekuatan seperti ini, BRICS benar-benar muncul sebagai kutub yang mampu menggoyahkan hegemoni dan superioritas Amerika.
Bagaimana Kamala atau Trump akan menghadapi kenyataan geopolitik baru ini, akan menarik untuk terus dicermati nantinya.
Terhadap China, Kamala Harris dan Donald Trump memperlihatkan kebijakan yang hampir tidak dapat dibedakan.