Pertemuan Puncak Aksi Pemimpin Dunia selama dua hari di COP29 dimulai pada Selasa (12/11) di Baku, Azerbaijan, dengan sekitar 100 pemimpin hadir.
Fokus utama di KTT tahun ini adalah mencapai kesepakatan untuk meningkatkan dana aksi iklim bagi negara-negara berkembang.
Beberapa pihak mendorong agar janji pendanaan sebesar $100 miliar (sekitar Rp1.550 triliun) per tahun dinaikkan hingga 10 kali lipat di COP29 untuk mendukung transisi ke energi bersih dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Tanpa pendanaan yang memadai, negara-negara berkembang memperingatkan bahwa mereka akan kesulitan memperbarui target iklim mereka, yang harus diserahkan pada awal tahun depan.
Presiden Azerbaijan: Minyak adalah 'anugerah Tuhan'
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, tuan rumah COP29, bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, termasuk di antara hampir 50 pemimpin yang berbicara pada Selasa (12/11).
Aliyev mengulangi pernyataan kontroversialnya bahwa minyak, gas, dan sumber daya alam lainnya adalah "anugerah dari Tuhan" dan mengatakan negara-negara tidak boleh dinilai berdasarkan sumber daya alam mereka dan bagaimana mereka memanfaatkannya.
"Catat bahwa saya mengatakan ini adalah anugerah dari Tuhan, dan saya ingin mengulanginya lagi di hadapan Anda semua,” katanya.
Azerbaijan memiliki cadangan minyak sebanyak 7 miliar barel dan merupakan salah satu negara pertama di dunia yang memproduksi minyak secara komersial.
Pemimpin negara penghasil polusi terbesar absen
Pemimpin dari 13 negara penghasil emisi karbon terbesar, yang menyumbang lebih dari 70% gas rumah kaca pada 2023, tidak hadir di pertemuan tahun ini.
Presiden Cina Xi Jinping, Presiden AS Joe Biden, dan Perdana Menteri India Narendra Modi adalah beberapa pemimpin G20 yang absen.
Pemimpin lain yang tidak hadir termasuk Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Brasil Lula da Silva.
"Ini menunjukkan kurangnya kemauan politik untuk bertindak. Tidak ada rasa urgensi,” kata ilmuwan iklim Bill Hare kepada Associated Press.
Namun, Yalchin Rafiyev, negosiator utama COP29 dan wakil menteri luar negeri Azerbaijan, mengatakan bahwa "kesuksesan tidak bergantung pada satu negara saja."
"Jika semua negara tidak bisa mengurangi emisi secara drastis, setiap negara dan rumah tangga akan merasakan dampak yang lebih buruk. Kita akan hidup dalam mimpi buruk,” ujarnya.