Dilansir The Guardian, ranjau AS berbeda dari ranjau Rusia, karena ranjau tersebut "tidak persisten", menjadi tidak aktif setelah jangka waktu tertentu.
Ranjau tersebut memerlukan baterai untuk meledak, dan tidak akan meledak setelah baterai habis.
Langkah ini diambil di tengah klaim bahwa beberapa dari lebih dari 10.000 tentara Korea Utara yang dikerahkan ke Kursk oleh militer Rusia telah berpartisipasi dalam pertempuran di sana.
Seorang anggota parlemen Korea Selatan, Park Sun-won, mengatakan pada hari Rabu bahwa badan mata-matanya masih berusaha untuk menentukan jumlah pasti korban dari pasukan Korea Utara dan apakah ada yang menyerah di tengah informasi yang saling bertentangan.
Korea Utara juga telah mengirimkan senjata tambahan untuk perang di Ukraina, termasuk howitzer gerak sendiri dan peluncur roket ganda, kata anggota komite intelijen parlemen Park kepada wartawan, mengutip Badan Intelijen Nasional (NIS).
Baca juga: Donald Trump Berkuasa, Zelensky Takut Ukraina Ditelantarkan: Tanpa AS, Kami Bisa Kalah
Pada hari Selasa, Ukraina menggunakan rudal ATACMS AS untuk menyerang wilayah Rusia, memanfaatkan izin yang baru diberikan dari pemerintahan Biden yang akan berakhir pada hari ke-1.000 perang.
Putin menurunkan ambang batas untuk serangan nuklir pada hari yang sama sebagai respons terhadap berbagai serangan konvensional.
Moskow mengatakan penggunaan ATACMS, rudal jarak terjauh yang pernah dipasok Washington ke Ukraina, merupakan sinyal jelas bahwa Barat ingin meningkatkan konflik.
Serangan itu juga memicu ketakutan baru akan adanya tindakan balasan melalui perang hibrida, sebuah alat konflik yang kacau yang mengaburkan batas-batas dan memperluas cakupan garis depan.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina