"Kami akan tetap berada di lapangan dan berjuang tidak peduli seberapa besar risikonya," ujarnya.
"Kami akan membuat kerugian yang besar baginya dan mengusir agresinya saat kami berada dalam posisi bertahan," tambahnya.
Menurutnya, sangat sulit untuk merundingkan proposal gencatan senjata tanpa mempertimbangkan apa yang terjadi di lapangan.
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah mendukung perlawanan Palestina, Hamas, dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Hizbullah bersumpah akan berhenti menyerang Israel jika Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Selain di Jalur Gaza, Israel memperluas serangannya ke Lebanon selatan sejak Senin (23/9/2024) dengan dalih menargetkan Hizbullah.
Jumlah korban tewas di Lebanon akibat serangan Israel sejak 23 September 2023 telah meningkat menjadi lebih dari 3.516 orang, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 43.985 jiwa dan 104.092 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (20/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel