Dikenal sebagai "The Triples", mereka berjuang bahu-membahu dengan pasukan Inggris melawan Taliban.
Hubungan tersebut telah menempatkan anggota pasukan ini dalam risiko besar sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan pada tahun 2021.
Celakanya, Inggris cenderung ogah-ogahan menyelamatkan mereka.
Upaya menampung ribuan personel pasukan komando Afghanistan oleh Inggris ini terkesan cuma basa-basi, meninggalkan mereka dalam ketidakpastian.
"Meskipun pemerintah Inggris sekarang sedang meninjau kembali keputusan yang menolak ribuan dari mereka mendapatkan perlindungan di Inggris, prosesnya sangat lambat. Banyak yang hidup dalam ketakutan, dengan sedikit atau tidak ada komunikasi tentang masa depan mereka dari Kementerian Pertahanan Inggris," kata laporan investigas tersebut.
Rusia Haus Personel Militer
Sementara penantian Triples dalam ketidakpastian terus berlanjut, musuh-musuh Inggris sedang mengintai dan mengambil kesempatan.
Laporan ini menyandarkan pada dalil kalau Rusia kini sangat kekurangan personel perang.
Contoh terbaru dan terkonfirmasi kalau militer Korea Utara terlibat langsung dalam perang melawan Ukraina adalah satu di antara indikasi kalau Rusia memang krisis anggota pasukan.
"Perang Putin di Ukraina, yang kini mendekati tahun ketiganya, telah berlangsung lama dan mahal bagi Moskow, dengan wajib militer bagi warga sipil dan bahkan narapidana yang dipanggil untuk bertugas, dikirim ke garis depan front timur Ukraina yang dikenal sebagai "penggiling daging". Korban di pihak Rusia kini diperkirakan mencapai 700.000, dengan lebih dari 100.000 orang diperkirakan tewas. Kondisi itu membuat Rusia mencoba melihat lebih jauh (merekrut tenaga asing untuk perang), warga Kuba, Suriah, India, dan yang terbaru warga Korea Utara telah dilibatkan dalam perang," kata laporan yang diterbitkan The Independent..
Keir Giles, konsultan senior untuk Rusia dan Eurasia di lembaga pemikir Chatham House, mengatakan warga Afghanistan dengan pengalaman tempur elite "jelas akan menarik" bagi perekrut militer.
Ia berkata: "Rusia berusaha menghabiskan setiap sumber tubuh hidup yang memungkinkan untuk angkatan bersenjata namun bukan mobilisasi skala penuh."
Upaya Rusia itu, kata Giles, termasuk dengan memanfaatkan simbiosisnya dengan negara-negara yang cenderung anti-Barat.
"Koalisi longgar negara-negara yang mendukung Rusia: yaitu Iran, Korea Utara, dan Cina, akan berupaya mencari cara untuk membantu Rusia dalam perangnya di Ukraina," kata dia.
“Kita telah melihat hal ini berubah menjadi bantuan 'tenaga kerja perang' dalam kasus Korea Utara. Tidak mengherankan jika pola ini menyebar ke negara lain, terutama jika keterlibatannya dapat disangkal, seperti misalnya Iran yang memberikan bantuan perekrutan warga negara ketiga dari Iran,” sambungnya menjelaskan kaitan antara kebutuhan perang Rusia dengan bantuan dari negara-negara tersebut.