Media Israel: Serangan Hizbullah Bikin Boncos Negara Lebih dari Setengah Triliun
TRIBUNNEWS.COM - Ribuan bangunan telah rusak dalam serangan Hizbullah di Israel utara sejak Oktober tahun lalu, media Israel melaporkan pada Selasa (26/11/2024).
“Serangan Hizbullah menghancurkan dan merusak 8.834 bangunan, 7.029 kendaraan, dan 343 lokasi pertanian,” tulis surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan.
Laporan media itu menambahkan, hampir semua bangunan yang terdampak, hancur total.
Baca juga: Media Israel: Klaim Kemenangan Netanyahu Atas Hizbullah Terjadi Saat Utara Benar-benar Lumpuh
Surat kabar itu, mengutip Otoritas Pajak Israel, mengatakan 140 juta shekel ($ 38,4 juta atau setara Rp 610 miliar) sejauh ini telah dibayar untuk penggantian kerusakan.
"Tetapi ada banyak cedera di utara yang belum dilaporkan, karena penduduk dievakuasi atau karena luka-luka di daerah yang tidak dapat diakses sesuai dengan perintah militer," tambah laporan.
"Selain itu, ada banyak cedera yang tidak dibayar karena kontraktor tidak dapat merehabilitasi kerusakan, dan kompensasi umumnya diberikan untuk pemulihan yang sebenarnya," kata harian itu.
Menurut surat kabar itu, permukiman yang paling terpukul oleh serangan Hizbullah di Israel utara adalah Menara, Shtula, Kiryat Shmona, Zar'it dan Nahariya.
Harian itu mengatakan kesepakatan gencatan senjata yang diharapkan dengan Lebanon akan memungkinkan puluhan ribu pemukim Israel untuk kembali ke 42 permukiman dari tempat mereka dievakuasi di Israel utara karena serangan Hizbullah.
Kabinet Israel akan bersidang pada Selasa untuk memberikan suara pada proposal gencatan senjata yang didukung AS dengan Lebanon.
Media Israel melaporkan Senin pagi bahwa kesepakatan gencatan senjata diperkirakan akan diumumkan antara Israel dan Hizbullah dalam waktu dua hari.
Anggota parlemen Lebanon Qassem Hashem juga mengatakan pada Senin bahwa perjanjian gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel hampir selesai dan dapat dinyatakan dalam 36 jam ke depan jika negosiasi berjalan dengan lancar.
"Suasananya positif, dan diskusi gencatan senjata telah mencapai tahap lanjut. Hanya masalah jam sebelum kesepakatan diselesaikan dan diumumkan jika kemajuan berlanjut seperti yang diharapkan," kata Hashem kepada Anadolu.
Israel telah meningkatkan serangan udara di Lebanon terhadap apa yang diklaimnya sebagai target Hizbullah sebagai bagian dari perang selama setahun terhadap kelompok Lebanon sejak dimulainya perang Gaza tahun lalu.
Lebih dari 3.760 orang telah tewas dalam serangan Israel di Lebanon, dengan hampir 15.700 terluka dan lebih dari satu juta mengungsi sejak Oktober lalu, menurut otoritas kesehatan Lebanon.
Israel memperluas konflik dengan meluncurkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.
Baca juga: Tel Aviv Digertak AS, Gencatan Senjata Israel-Hizbullah Terjadi Dalam Dua Hari
Lima Ribu Tentara Lebanon di Perbatasan
Terkait gencatan senjata, Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdullah Bouhabib, mengatakan pemerintah Lebanon akan mengerahkan 5.000 tentara di perbatasannya dengan Israel.
Pengerahan tentara di Lebanon selatan akan menjadi bagian dari perjanjian gencatan senjata Israel dan Hizbullah yang kini sedang dibahas oleh kedua pihak.
"Kami akan mengerahkan 5.000 tentara di (perbatasan) selatan sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata," katanya, Selasa (26/11/2024).
Ia mengatakan pemerintah Lebanon saat ini menunggu hasil rapat di kalangan pejabat pemerintah Israel untuk membahas persetujuan atas perjanjian tersebut.
"Kita berharap gencatan senjata bisa disepakati dan kita menunggu hasil pertemuan pemerintah Israel," lanjutnya.
Sekutu Israel, Amerika Serikat (AS) mungkin akan berperan dalam membangun kembali infrastruktur Lebanon di wilayah selatan yang hancur setelah diserang Israel.
Namun, ia menegaskan Hizbullah kemungkinan tidak akan berhenti meluncurkan serangan jika Israel masih menyerang Lebanon.
"Kita tidak bisa menghentikan perlawanan selama masih ada pendudukan," katanya.
Israel akan Rapat Soal Rencana Gencatan Senjata dengan Hizbullah
Dewan perang Israel dikabarkan sedang bersiap untuk membahas rancangan perjanjian untuk gencatan senjata dengan Hizbullah.
“Dewan mini untuk urusan politik dan keamanan (kabinet) akan bertemu sore ini, Selasa, untuk membahas rancangan perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah sebagai persiapan untuk persetujuannya," kata Perusahaan Penyiaran Israel, Selasa (26/11/2024).
Baca juga: Israel Beri Sinyal Setujui Gencatan Senjata dengan Hizbullah, Apa Kabar Kesepakatan Sandera?
"Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bermaksud untuk menyetujui perjanjian gencatan senjata di Lebanon hanya oleh kabinet, dan bukan oleh pemerintah," lanjutnya.
Perjanjian tersebut tidak memerlukan persetujuan dari Knesset Israel.
Surat kabar itu mengatakan Netanyahu diperkirakan akan mengadakan pembicaraan dengan walikota di perbatasan utara dan membuat pernyataan kepada media.
"Menurut beberapa laporan, Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron diperkirakan akan mengumumkan gencatan senjata 60 hari antara Lebanon dan Israel dalam waktu 36 jam," lapor surat kabar itu, mengutip sumber politik Israel yang tidak disebutkan namanya.
Menurut perjanjian, Hizbullah akan mundur ke utara Sungai Litani, sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 yang dicapai pada akhir Perang Lebanon Kedua pada tahun 2006, seperti diberitakan Al Jazeera.
Sumber itu mengatakan, dua bulan setelah perjanjian tersebut berlaku, fase pembahasan amandemen perbatasan akan dimulai, di mana Lebanon dan Israel akan menunjuk seorang pejabat senior dari masing-masing pihak untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian itu.
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah mendukung perlawanan Palestina, Hamas, dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Hizbullah bersumpah akan berhenti menyerang Israel jika Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Selain di Jalur Gaza, Israel memperluas serangannya ke Lebanon selatan sejak Senin (23/9/2024) dengan dalih menargetkan Hizbullah.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 44.249 jiwa dan 104.746 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Selasa (26/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Mayadeen.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.