TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden diam-diam menyetujui penjualan senjata senilai 680 juta dollar AS atau sekitar Rp10,8 triliun ke Israel.
Penjualan senjata ini dilakukan jelang 2 bulan Biden lengser dari jabatannya sebagai Presiden AS.
Adapun kabar penjualan senjata ini diungkapkan surat kabar Financial Times (FT) dengan mengutip sejumlah sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Dalam laporan tertulisnya, Biden diketahui telah menyetujui penjualan senjata berupa peralatan Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan bom-bom kecil untuk Israel.
Sumber Juru bicara Gedung Putih menolak untuk mengkonfirmasi secara publik mengenai penjualan senjata ini.
Namun sejumlah pihak meyakini penjualan senjata dilakukan karena ada hubungan eksplisit dengan perjanjian gencatan senjata Israel-Lebanon.
Mengingat beberapa waktu lalu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ada tiga alasan pihaknya menyetujui gencatan senjata dengan Lebanon.
Salah satunya adalah, Israel perlu mengisi kembali persediaan senjatanya yang menipis karena perang di Timur Tengah.
"Bukan rahasia lagi bahwa ada penundaan besar dalam pengiriman senjata dan amunisi (oleh AS sebelumnya)," kata Netanyahu, dikutip Al Jazeera.
"Penundaan ini akan segera teratasi. Kami akan menerima pasokan persenjataan canggih yang akan menjaga tentara kami tetap aman dan memberi kami lebih banyak kekuatan serang untuk menyelesaikan misi kami," imbuhnya.
Biden Janji Dukung Israel
Sebelum penjualan senjata di sahkan, dalam pidatonya Biden berjanji mendukung Israel secara konsisten lewat penjualan senjata AS ke Israel.
Baca juga: Menteri Israel Amihai Eliyahu: Israel Tidak Menang, Gencatan Senjata Disepakati di Bawah Tekanan
Menurutnya penjualan senjata merupakan dukungan penting bagi Israel dalam menghalau serangan musuh di Timur Tengah.
Pemerintahan Biden merupakan salah tokoh paling vokal yang mendukung Israel.
Ia bahkan menentang keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) minggu lalu yang mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, Biden menyebut surat perintah terhadap pejabat Israel itu "keterlaluan" dan berjanji untuk "selalu mendukung Israel dalam menghadapi ancaman terhadap keamanannya".
Amerika Pemasok Utama Senjata Israel
Sebagai informasi, pengirimans enjata seperti ini bukan kali pertama yang dilakukan pemerintah AS.
Selama puluhan tahun AS diketahui menjadi penyokong utama pendanaan militer Israel dalam setiap perang melawan musuh-musuhnya.
Untuk membantu pertahanan Israel, setiap tahunnya negeri Paman Sam ini menyumbangkan bantuan militer senilai 3,8 miliar dolar AS atau setara Rp 60,27 triliun.
Bahkan ketika ketegangan antara Hamas dan Israel berlangsung, AS terus memasok Tel Aviv dengan 21.000 amunisi peluru artileri berukuran 155 mm.
Serta ribuan amunisi penghancur bunker, 200 drone kamikaze, dan bom presisi Spice Family Gliding Bomb Assemblies dengan nilai 320 juta dolar atau setara Rp5 triliun.
Menurut catatan The Washington Post, sejak perang Gaza pecah pada 7 oktober silam, Amerika Serikat setidaknya telah menyetujui 100 perjanjian senjata dengan pendudukan Israel.
AS mengklaim penjualan peluru tank kepada Israel merupakan bentuk dukungan untuk kepentingan keamanan Timur Tengah dari ancaman Hamas. Namun tindakan ini mendapat sorotan negatif dari sejumlah pihak.
Para aktivis hak asasi manusia bahkan menyatakan keprihatinannya atas penjualan tersebut, mereka menyebut tindakan Amerika tidak sejalan dengan upaya Washington untuk menekan Israel agar meminimalkan korban sipil di Gaza. Justru transfer senjata dapat memperparah perundingan damai yang sedang diusahakan.
(Tribunnews.com / Namira Yunia)