News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Suriah

Apa yang Terjadi di Suriah? Perang Saudara 13 Tahun Kembali Membara, Pemberontak Kuasai Aleppo

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pejuang antipemerintah mengibarkan bendera oposisi di kota Aleppo di utara Suriah pada tanggal 30 November 2024. Para jihadis dan sekutu mereka yang didukung Turki menerobos kota kedua Suriah, Aleppo, pada 29 November, saat mereka melancarkan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah yang didukung Iran dan Rusia.

Sebelum konflik kembali mencuat baru-baru ini, pemerintahan Assad menguasai sekitar 70 persen wilayah Suriah, menurut lembaga pemikir United States Institute of Peace.

Meningkatnya pertempuran dari gencatan senjata yang sebagian besar tidak aktif, meningkatkan kemungkinan terjadinya front kekerasan dan bergejolak lainnya di Timur Tengah.

Apakah pemerintahan Assad dapat bertahan dan makmur pada akhirnya bergantung pada seberapa besar campur tangan Rusia, Iran, dan Hizbullah, yang ketiganya telah memungkinkannya untuk tetap berkuasa.

Ayman Abdel Nour, mantan teman pemimpin Suriah semasa kuliah kedokteran di Damaskus dan pemimpin redaksi All4Syria, media berita independen terkemuka, mengatakan bahwa dalam beberapa minggu terakhir Assad menolak upaya Rusia untuk membuatnya bertemu dengan Erdogan menjelang masa jabatan kedua Presiden terpilih AS, Donald Trump.

Menurut Nour, pertemuan itu bertujuan untuk menemukan solusi jangka panjang bagi perang saudara Suriah yang telah berlangsung selama 13 tahun, khususnya terkait dukungan dari aktor non-negara seperti Hizbullah, pada saat Trump memberi isyarat bahwa ia ingin menarik sisa 900 pasukan AS di Suriah yang melawan pengaruh Iran.

"Kemajuan pesat oleh pasukan pemberontak, dikombinasikan dengan manuver kekuatan eksternal dengan kepentingan yang saling bertentangan, membuat masa depan Suriah menjadi tidak pasti," kata Albasha.

Seorang prajurit Tentara Nasional Suriah (SNA) berpose dengan bendera di pesawat setelah menguasai Bandara Militer Kuwairis, sebelah timur Aleppo, saat Operasi Dawn of Freedom, yang diluncurkan untuk mencegah koridor teror PKK/YPG (PKK yang terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS, dan UE serta YPG yang dianggap Turki sebagai perpanjangan PKK di Suriah) antara Tel Rifat dan Manbij berlanjut, di Aleppo, Suriah pada 01 Desember 2024. (Mustafa Bathis / ANADOLU / Anadolu via AFP)

AS, Jerman, Prancis dan Inggris menyerukan de-eskalasi di Suriah

AS, Jerman, Prancis, dan Inggris mengeluarkan pernyataan bersama pada hari Minggu (1/12/2024) yang menyerukan de-eskalasi kekerasan di Suriah.

Sekutu NATO mengatakan mereka memantau dengan saksama perkembangan di Suriah, tempat 255 orang, sebagian besar militan, telah tewas sejak Rabu (27/11/2024) lalu, menurut Syrian Observatory for Human Rights.

Dalam pernyataan bersama mereka, negara-negara tersebut mendesak de-eskalasi untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur guna mencegah pengungsian lebih lanjut dan gangguan akses kemanusiaan.

Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan lebih dari 14.000 orang, termasuk anak-anak, telah mengungsi akibat kekerasan dalam beberapa hari terakhir.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini