Tambah Runyam, Milisi Irak Proksi Iran Masuki Suriah untuk Bantu Militer Rezim Assad
TRIBUNNEWS.COM - Krisis keamanan di Timut Tengah, khususnya perang saudara di Suriah makin rumit dengan kehadiran pihak-pihak ketiga.
Terbaru, milisi yang didukung Iran, Minggu (1/12/2024) malam, memasuki Suriah dari Irak dan menuju ke Suriah utara untuk memperkuat pasukan tentara Suriah yang memerangi oposisi bersenjata anti rezim Presiden Bashar al-Assad.
Dilansir Reuters, kabar itu disampaikan dua sumber tentara Suriah.
Baca juga: Oposisi Anti-Rezim Assad Kuasai Sebagian Besar Aleppo, Bergerak Maju Saat Rusia-Iran Lagi Keteteran
"Ini adalah bala bantuan baru yang dikirim untuk membantu rekan-rekan kita di garis depan di utara," kata seorang sumber senior militer kepada kantor berita tersebut.
Media pro-Assad di Suriah, mengutip menteri kesehatan Dr Ahmed Damiriyeh , melaporkan kalau ambulans dan layanan darurat di Aleppo telah kembali beroperasi setelah tidak beroperasi selama dua hari setelah serangan.
"Klaim tersebut belum diverifikasi secara independen," tulis laporan The Guardian, Senin (2/12/2024).
Kantor berita nasional Suriah melaporkan semalam bahwa jaringan telepon di Aleppo, yang telah jatuh ke tangan pasukan pemberontak, “telah mengalami kerusakan signifikan dan beberapa jaringan tidak dapat berfungsi.”
Iran Tuduh Israel Memulai Lagi Perang di Suriah
Setelah jeda selama lima tahun, kekerasan kembali muncul di Suriah dengan serangkaian serangan yang dimulai pada hari Rabu (27/11/2024) lalu.
Laporan dan bukti menunjukkan serangan tersebut didukung oleh Turki dan Israel, demikian media Iran Tehran Times melaporkan kemarin.
Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan faksi-faksi pemberontak bersenjata yang bermarkas di pedesaan Idlib dan Latakia mulai menyerang wilayah Aleppo di barat laut segera setelah gencatan senjata diberlakukan antara gerakan Perlawanan Hizbullah Lebanon dan Israel.
Laporan-laporan mengatakan para kelompok besenjata itu ini telah menguasai sekitar 40 persen wilayah Aleppo.
Sementara tentara Suriah tampaknya terkejut oleh serangan-serangan mendadak yang seharusnya tidak terjadi berdasarkan Proses Perdamaian Astana.