"Hamas akan tetap berada di Rafah bahkan jika operasi militer terus berlanjut di seluruh kota, dan tidak ada solusi ajaib," tulis laporan tersebut.
Ini artinya, Rafah akan menjadi medan perang yang sangat berbahaya bagi jutaan pengungsi yang masih terperangkap di kota tersebut.
Terlebih, negosiasi pertukaran sandera antara Hamas dan Israel, berstatus mati suri -kalau tidak mau dibilang terhenti- karena aksi invasi Israel yang duluan menyerang Rafah Timur dan menembus titik penyeberangan Rafah di perbatasan Mesir.
Baca juga: Rebut Kendali Penyeberangan Rafah, Israel: Kami Tak Langgar Perjanjian Damai dengan Mesir
Hamas: Israel Memang Mau Perang Diperpanjang
Adapun gerakan Perlawanan Hamas terkait kelanjutan negosiasi pertukaran tahanan itu menegaskan, mereka merespons upaya para mediator secara bertanggung jawab dan positif.
Hamas mengklaim, juga sudah menunjukkan fleksibilitas yang diperlukan untuk tercapainya kesepakatan.
Hamas menuntut agar gencatan senjata dilakukan secara permanen, penarikan komprehensif pasukan musuh dari seluruh Jalur Gaza, kembalinya para pengungsi dalam kebebasan penuh, dan pertukaran tahanan melalui kesepakatan serius dan nyata yang mengakhiri penderitaan semua tahanan Palestina di penjara-penjara pendudukan.
Semua tuntutan itu dengan imbalan pembebasan tahanan Israel seperti yang tertuang dalam proposal terbaru yang diajukan mediator, termasuk AS.
"Gerakan ini menunjukkan dalam sebuah pernyataan bahwa penolakan pendudukan terhadap usulan para mediator, melalui amandemen yang dibuat, membawa permasalahan kembali ke titik awal," tulis Khaberni dalam laporannya.
Hamas menekankan bahwa serangan tentara pendudukan Israel terhadap Rafah dan pengambilaliihan kendali di titik penyeberangan Rafah-Mesir tersebut terjadi segera setelah Hamas mengumumkan persetujuannya terhadap proposal mediator.
"Ini menegaskan bahwa pendudukan (memang) menghindari mencapai kesepakatan," kata Hamas.
Baca juga: Maut Menanti Israel di Rafah, Bersiap Hadapi Terowongan Maut, Ruang Komando, Markas Rahasia Hamas
Rafah Bakal Jadi Kuburan Penjajah
Hamas juga menekankan kalau invasi terhadap Rafah tidak akan menjadi sebuah piknik bagi tentara Israel.
"Gaza akan selalu menjadi kuburan bagi penjajah," kata pernyataan Hamas.
Hamas menyebut, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya menggunakan negosiasi tersebut sebagai kedok untuk menyerang Rafah dan menduduki titik penyeberangan tersebut.
"Mereka mau melanjutkan perang pemusnahan terhadap rakyat Palestina, dan mereka memikul tanggung jawab penuh karena menghalangi tercapainya kesepakatan," kata Hamas.