Jika lolos, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan kemudian akan memutuskan apakah akan mendukung usulan tersebut–proses yang dapat memakan waktu hingga 180 hari.
Jika Yoon diskors dari menjalankan kekuasaan, Perdana Menteri Han Duck-soo akan menggantikannya sebagai pemimpin.
Jika presiden yang sedang berjuang mengundurkan diri atau diberhentikan dari jabatannya, pemilihan baru akan diadakan dalam waktu 60 hari.
Alasan Presiden Yoon Umumkan Darurat Militer
Pernyataan darurat militer oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada hari Selasa telah memicu kritik luas.
Baca juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Tolak Seruan Mundur, Sebut Keputusan Darurat Militer Benar
Para ahli politik berpendapat bahwa tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini berakar pada meningkatnya isolasi politik Yoon, yang diperparah oleh banyaknya skandal, kebuntuan legislatif, dan meningkatnya ketegangan dengan lawan dan sekutu.
Park Chang-hwan, seorang komentator politik dan profesor di Universitas Jangan, menggambarkan deklarasi darurat militer sebagai "upaya terakhir yang panik".
Ia berpendapat bahwa konflik yang meningkat dan berkurangnya dukungan politik Yoon kemungkinan mendorongnya untuk membuat apa yang disebut Park sebagai "pilihan ekstrem".
"Fakta bahwa presiden mengumumkan darurat militer tanpa berkonsultasi dengan para penasihatnya menunjukkan adanya kondisi psikologis terisolasi."
"Ketika orang merasa terpojok, mereka cenderung membuat keputusan yang tidak masuk akal," kata Park, dikutip dari The Korea Herald.
Baca juga: Pekerja Hyundai Gelar Mogok Kerja Tuntut Pemakzulan Presiden Yoon
Yoon menghadapi tekanan yang kuat dalam beberapa minggu terakhir, dengan Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi bersiap untuk memberikan suara atas usulan pemakzulan Choe Jae-hae, ketua Badan Audit dan Inspeksi, dan tiga jaksa utama.
Usulan pemakzulan tersebut menuduh bahwa para pejabat gagal menyelidiki istri Yoon, Ibu Negara Kim Keon-hee, atas tuduhan manipulasi saham.
Partai Demokrat Korea (DPK), yang memegang mayoritas kursi di Majelis Nasional, menuduh Choe dan jaksa penuntut lainnya bersikap bias dan lalai dalam menangani penyelidikan tuduhan terhadap Ibu Negara.
Mereka juga mengkritik Choe karena menolak memberikan dokumen terkait pemindahan kantor kepresidenan ke Yongsan yang kontroversial pada tahun 2022.
Kewenangan Yoon sebagai Presiden telah dilemahkan oleh mayoritas oposisi di badan legislatif, menyusul kemenangan telak mereka dalam pemilihan umum 10 April.
Sejak saat itu, pemerintahan Yoon telah berjuang untuk meloloskan agendanya, dan malah berulang kali memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.
(Tribunnews.com/Whiesa)