Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani adalah salah satu dari dua pemimpin Arab, bersama Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, yang menyampaikan dukungannya bagi Assad pada awal kemenangan pemberontak.
Ketika pasukan dan milisi Irak memperkuat posisi di sepanjang perbatasan sepanjang 370 mil dengan Suriah yang satu dekade lalu dikuasai oleh kelompok militan Negara Islam ( ISIS ), juru bicara pemerintah Irak menekankan bahwa Baghdad tidak akan menoleransi ancaman lintas perbatasan apa pun.
"Irak masih menjadi bagian aktif dari koalisi internasional untuk mengalahkan ISIS di Suriah dan Irak," kata juru bicara tersebut dikutip dari Newsweek.
Israel dan AS Dukung Pemberontak?
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi pekan lalu mengatakan serangan pemberontak di Suriah adalah bagian dari rencana AS-Israel untuk mengganggu stabilitas kawasan.
Berbicara kepada Menlu Rusia Sergei Lavrov melalui panggilan telepon, Abbar mengatakan serangan pemberontak itu sangat mengerikan.
Iran menganggap pergerakan terkini "kelompok teroris di Suriah" sebagai bagian dari "rencana rezim Zionis dan Amerika Serikat untuk mengganggu stabilitas kawasan Asia Barat."
Menteri luar negeri Iran dan Rusia juga menyuarakan dukungan untuk Suriah selama serangan oleh kelompok pemberontak dan menekankan perlunya kerja sama antara Iran, Rusia, dan Suriah, menurut pernyataan tersebut dikutip dari JPost.
Lalu siapakah para pemberontak itu?
Serangan mendadak dalam sepekan ini dimotori oleh Hayat Tahrir Al-Sham.
Faksi pemerintah menyebutnya pemberontak dan beberapa media mengatakan mereka adalah oposisi bersenjata.
Kelompok ini sebelumnya dikenal sebagai Front Nusra.
Mereka merupakan organisasi sayap resmi Al Qaeda dalam perang Suriah.
Abu Mohammed al-Jolani adalah Hayat Tahrir Al-Sham dengan basis pertahanan mereka di wilayah Idlib.
Awal Mula Konflik di Suriah
Konflik yang terjadi di Suriah tidak dapat terlepas dari fenomena Arab Spring yang mulai muncul pada tahun 2010.
Arab Spring merupakan gelombang gerakan revolusioner yang disebabkan oleh banyaknya rezim otoriter yang berkuasa di kawasan Timur Tengah.